Caleg Tergiur Dana POKIR

LSM Masyarakat Tranparansi Aceh (MaTA) menyampaikan beberapa catatan kritis terkait alokasi anggaran pokok pikiran (pokir) oleh DPRA tahun 2019 yang mencapai Rp 1,5 triliun. Menurut MaTA, masih adanya alokasi anggaran yang bisa dikelola masing-masing anggota DPRA membuktikan tata kelola anggaran Aceh masih sangat buruk.

Koordinator MaTA, Alfian mengatakan, adanya anggaran pokir yang dulunya disebut dana aspirasi menjadi salah satu motivasi para calon anggota legislatif (caleg) DPRA–baik petahana maupun caleg baru–untuk berebut kursi pada Pemilu 2019. “Mereka tergiur dengan anggaran yang cukup besar itu,” kata Alfian.

Menurut Alfian, melalui pokir ini, masing-masing anggota DPRA bisa mengelola dana sebesar Rp 20 miliar, setiap wakil ketua Rp 45 miliar, dan ketua Rp 75 miliar. Melalui anggaran ini, semua pokok pikiran atau aspirasi masyarakat akan direalisasi, namun tak sedikit yang menengarai para wakil rakyat menarik fee besar sehingga anggaran tidak tepat sasaran.

Seyogyanya, tidak pantas anggota DPRA mendapatkan jatah anggaran karena tiga fungsi anggota DPRA adalah fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran. “Fungsi anggaran itu mengesahkan atau menolak qanun tentang anggaran Aceh setiap tahunnya, bukan malah meminta jatah anggaran,” kata Alfian.

Soal banyak caleg tergiur dana pokir dan kemudian maju sebagai calon wakil rakyat di DPRA, Alfian melihat sesuai dengan fenomena tahun politik saat ini. “Ramainya yang berminat menjadi caleg salah satu motivasi, karena mareka menilai kalau terpilih dapat mengelola dana pokir/aspirasi dan itu menjadi andalan mereka dalam kampanye dan ini sangat berbahaya terhadap Aceh ke depan,” ujar Alfian.

Selain itu, lanjut Alfian, menjadi anggota parlemen memang cukup menjanjikan karena akan mendapat segala hal yang dibutuhkan, fasilitas yang mumpuni hingga semua kebutuhan akan dibiayai. “Karena dengan dana pokir atau aspirasi, anggota DPR bisa hidup mewah, bisa punya properti dan investasi karena dana aspirasi ini potensi korupsinya sangat besar,” tandas Alfian.

MaTA juga secara tegas menolak dana pokir atau aspirasi, karena menurut Alfian, dalam konteks tata negara sudah punya sistem, yaitu masyarakat bisa menyampaikan aspirasinya melalui musrenbang, mulai dari desa, kecamatan, kabupaten, hingga level provinsi. “Ketika dana pokir ini ada, fungsi musrenbang sudah tidak efektif lagi, karena masyarakat menilai lebih efektif melalui dana aspirasi walaupun ada pemotongan fee 10 sampai 20 persen, bahkan lebih,” katanya.

Masih menurut Alfian, jika hari ini anggota DPRA masih mengelola dana pokir, fungsi pengawasan akan timpang karena terbukti selama ini tidak ada pengawasan. “Ini tahun politik mereka tidak akan peduli, yang penting mereka menjaga dana pokir sebanyak 20 miliar itu, itu khusus bagi petahana,” katanya.

Bagi caleg pendatang baru pun, kata Alfian, saat ini dengan beraninya menjanjikan berbagai hal melalui dana pokir atau dana aspirasi tersebut. Bahkan, tak sedikit caleg yang menggelontorkan uang banyak untuk kebutuhan kampanye dan suksesinya sebagai calon wakil rakyat dengan harapan nanti uang yang telah dikeluarkan bisa kembali dari dana pokir.

“Jadi framing yang dibangun soal aspirasi atau pokir ini sangat kuat, bukan hanya di level petahana tapi juga caleg pendatang baru,” pungkas Alfian.

Artikel ini telah tayang di serambinews.com

http://aceh.tribunnews.com/2019/02/07/caleg-tergiur-dana-pokir.

Berita Terbaru

Bendera Putih Berkibar di Masjid Raya, Masyarakat Sipil Aceh Desak Darurat Nasional

Dalam Media - Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Peduli Bencana Sumatera menggelar aksi demonstrasi dengan mengibarkan bendera putih di depan Masjid Raya Baiturrahman (MRB), Banda...

Siaran Pers: Respons Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana Atas Lambannya Penanganan Banjir dan Longsor di Aceh

Sampai hari ke-7 bencana banjir dan longsor di 18 kabupaten/kota di Aceh, beberapa titik masih sangat minim mendapatkan bantuan baik itu evakuasi maupun logistik...

Siaran Pers: Presiden Segera Menetapkan Darurat Bencana Nasional Untuk Banjir Besar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat

Kegiatan MaTA - Kami Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana, yang terdiri dari LBH Banda Aceh, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda...

MaTA dan ICW Dorong Penguatan APIP Aceh melalui Pelatihan Probity Audit

Kegiatan MaTA - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) kembali menyoroti sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) sebagai area paling rawan terjadinya praktik korupsi di Aceh....