Beranda blog Halaman 17

Jaksa Sidik Dugaan Korupsi di APBN Bireun

MaTA – Dugaan korupsi pekerjaan perbaikan pengaman tebing Krueng Samalanga, Bireuen, tahun 2016 dengan anggaran Rp 4,5 miliar yang terjadi di BPBD Bireuen, sudah masuki tahap penyidikan.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen, Mochamad Jeffry SH MHum melalui Kasi Intel Fakhrillah SH MH didampingi Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Roby S SH MH menjawab Serambi, Selasa (17/4) membenarkan pihaknya sedang melakukan penyidikan dugaan korupsi pada proyek perbaikan pengaman tebing Krueng Samalanga tahun 2016. Anggaran bersumber dari APBN yaitu dana siap pakai tanggap darurat banjir dengan nilai pekerjaan Rp 4,5 miliar.

Atas dasar penyidikan tersebut, tim Kejari Bireuen sudah menemukan peristiwa pidana dalam sehingga atas dasar itu tim intelijen Kejari Bireuen telah menyerahkan kasus dugaan korupsi itu ke pidana khusus (pidsus) untuk segera melakukan penyidikan. “Untuk pihak-pihak yang diduga terlibat saat ini kami masih terus mendalami,” kata Kajari Bireuen.

Kasi Pidsus, Roby S menambahkan, dari hasil penyidikan dengan bukti yang cukup, ada pihak-pihak dan pejabat dari BPBD Bireuen yang diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan diduga telah merugikan keuangan negara. Namun pihaknya masih akan menunggu hasil audit oleh tim auditor tentang berapa jumlah kerugian negara pada kasus itu.

“Nanti setelah ada hasil penyidikan dan hasil audit, kami akan menentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap kegiatan tersebut. Jadi saat ini belum ada tersangkanya. Masih dalam tahap penyidikan. Untuk jumlah kerugian negara akan dihitung oleh tim auditor dan akan kita tunggu hasilnya,” terang Roby.

Kalak BPBD Bireuen, M Nasir SP yang dikonfirmasi Serambi melalui ponselnya mengatakan, dirinya tidak tahu ada dugaan korupsi di BPBD Bireuen karena dirinya baru menjabat sebagai Kalak BPBD Bireuen sejak 4 Juni 2017. “Saya tidak tahu ada kasus dugaan korupsi kegiatan pengaman tebing Krueng Samalanga tahun 2016, itu pekerjaan sebelum saya,” kata Nasir

Artikel ini telah tayang dengan judul Jaksa Sidik Dugaan Korupsi di BPBD Bireuen, http://aceh.tribunnews.com/2018/04/18/jaksa-sidik-dugaan-korupsi-di-bpbd-bireuen.

[Siaran Pers] MaTA Laporkan Kajari Pidie ke Asisten Pengawas Kejati Aceh

MaTA – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pidie, Efendi, SH, MH ke Asisten Pengawas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh. Pelaporan ini karena Kejari Pidie telah menghentikan pengusutan kasus indikasi korupsi dana desa di Gampong Jeuleupe Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie tahun 2016-2017. Penghentian ini dilatarbelakangi karena oknum Geuchik yang diduga terlibat telah mengembalikan kerugian negara.

Laporan yang disampaikan MaTA melalui surat turut juga disampaikan ke Jaksa Agung Muda (Jamwas) Kejaksaan Agung RI di Jakarta. Dalam surat dengan nomor 025/B/MaTA/IV/2018, MaTA meminta kepada Asisten Pengawas Kejati Aceh untuk memeriksa Kepala Kejari Pidie, Efendi, SH, MH. Pasalnya, tindakan yang dilakukan oleh Kejari Pidie telah menimbulkan keresahan dikalangan penegak hukum yang sedang mengusut kasus serupa.

Oknum yang terlibat dalam salah satu kasus korupsi akan berupaya semaksimal mungkin mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan. Dan setelah kerugian dikembalikan, akan meminta kepada penyidik untuk menghentikan kasusnya. Tentu, hal ini sangat merepotkan aparat penegak hukum.

Disisi lain, penghentian ini juga memberi pembelajaran kepada oknum masyarakat untuk melakukan penyimpangan anggaran. Jika kemudian praktik jahat tersebut terbongkar, tinggal mengembalikan kerugian negara maka proses pengusutannya akan dihentikan. Menurut MaTA, penghentian kasus yang dipraktikkan Kejari Pidie dapat meruntuhkan semangat pemberantasan korupsi yang selama ini didengungkan oleh banyak pihak.

Merujuk pada ketentuan Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3”. Sehingga patut diduga, antara Kejari Pidie dan oknum yang terlibat ada “kongkalikong”.

Selain meminta Kepala Kejari Pidie diperiksa, MaTA juga meminta Asisten Pengawas Kejati Aceh membuat rekomendasi kepada Kepala Kejati Aceh untuk mensupervisi kasus dana desa di Gampong Jeuleupe Kecataman Pidie. Menurut MaTA, penghentian kasus ini menjadi bukti bahwa Kejari Pidie tidak mampu menuntaskan kasus tersebut. Sehingga perlu bagi Kejati Aceh untuk membuka kembali kasus tersebut.

Banda Aceh, 11 April 2018

Badan Pekerja
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)

dto

BAIHAQI
Koordinator Bidang Hukum dan Politik

Kelola Dana Desa Melalui Aspirasi Warga, Krueng Tinggai Jadi Contoh

MaTA – Desa Krueng Tinggai Kecamatan Samatiga Aceh Barat, merupakan salah satu Desa tersukses pengeloaan Dana desa secara terpadu di tahun 2017, sehingga Desa Krueng Tinggai merupakan desa pertama yang dicairkan dana Desa tahun 2018 dari 321 Desa.

Kesuksesan Desa Krueng Tinggai dalam membagun gampong, tidak terlepasa dari peran serta lembaga pendamping Seknas Fitra dan MaTA yang di keordinir Sudirman Z, dengan sistim jemput bola dalam menerima aspirasi dari warga setempat.

Sudirman Z Kepada wartawan (10/03/18) mengatakan, pihaknya jadi bangga karena Desa Krueng Tinggai telah sukses mengelola dana desa dengan sangat aspiratif sehingga Krueng Tinggai kini dinobatkan sebagai Desa terbaik di Aceh Barat.

Menurutnya, mengelola dana desa itu sangat sensitif, maka jangan bertindak diluar ketentuan yang ada, libatkan semua elemen masyarakat, gali aspirasi dari mereka, apa yang menjadi kebutuhan mendesak untuk dibangun.

Makanya di Desa Krueng Tingai telah dibentuk Komite Tuha Peut untuk mendatangi rumah warga guna mengali aspirasi agar disampaikan ke dalam forum kemudian dipecahkan bersama.

Sehinga tidak ada aspirasi yang tidak tertangani, aspirasi yang disampaikan itu akan di selektif lagi,apakah aspirasi tersebut urgensial dan menyentuh kepentingan umum, aspirasi seperti itu akan ditindak lanjuti, sementara aspirasi yang sifatnya personal akan disepakati utuk tidak dilanjutkan,katanya.

Hal yang sama juga dikatakan Geuchik Krueng Tingai Kamaruzaman, ia mengakui sangat terbuka dengan warganya dalam membangun gampong, keterbukaan itu disampaikan tiap usai salat Jum’at dimuka umum, sehingga tidak ada yang ngomong di belakang.

Berangkat dari keberhasilan itu Krueng Tingai di nobatkan sebagai Desa terbaik dalam laporan Rancangan Pendapatan Anggaran Gampong (RAPG) dan realisasinya, sehingga pada tahun 2018 dana Desa Krueng Tinggai tercepat di tranfer dari pusat, demikian Geuchik Krueng Tingai.

Artikel ini telah tayang di https://www.harianaceh.co.id/2018/03/10/kelola-dana-desa-melalui-aspirasi-warga-krueng-tinggai-jadi-contoh/

[Policy Brief] Pentingnya Review Izin Perusahaan HGU di Aceh

MaTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa Aceh merupakan salah satu provinsi yang kaya sumber daya alam di Indonesia. Aceh memiliki tutupan hutan yang paling baik di Sumatera, dengan kawasan konservasi paling lengkap (Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata Alam, Tahura, Taman Buru). Menariknya, pengurangan tutupan hutan di Aceh (deforestasi), ± 68 % berasal dari luar kawasan hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL).

Relevan kemudian apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadikan Aceh sebagai salah satu provinsi yang menjadi fokusnya melalui “6 Sasaran Rencana Aksi Koordinasi dan Supervisi KPK”.

Keenam sasaran tersebut yaitu (1) penyelesaian pengukuhan kawasan hutan dan penataan ruang dan wilayah administrasi, (2) pelaksanaan penataan perizinan, (3) perluasan wilayah kelola masyarakat, (4) penyelesaian konflik kawasan hutan, (5) penguatan instrumen lingkungan hidup dalam perlindungan hutan, dan (6) membangun sistem pengendalian antikorupsi.

Kasus Ternak Rp14,5 M, MaTA Minta Penyidik Periksa Wali Kota dan Dewan

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) kembali meminta penyidik menelusuri aliran dana kasus dugaan korupsi bantuan ternak bersumber dari APBK Lhokseumawe tahun 2014. Pasalnya, dari total dana pengadaan ternak Rp14,5 miliar, kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp8,1 miliar lebih.

Itu sebabnya, MaTA meminta penyidik Tipikor Polres Lhokseumawe juga memeriksa sekda dan wali kota hingga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRK sebagai saksi. Apabila pengusutan kasus tersebut mandek atau berhenti pada dua tersangka saja, MaTA akan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi.

Alfian menilai, proses penyelidikan sampai penyidikan kasus tersebut sudah memakan waktu cukup lama. Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi Satuan Reserse Kriminal (Tipikor Satreskrim) Polres Lhokseumawe menetapkan dua tersangka pada 15 Desember 2017. Kedua tersangka berinisial DH, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiata (PPTK) dan IM, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Ternak pada Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian (DKPP) Lhokseumawe tahun 2014. (Baca: Penyidik Tetapkan Dua Tersangka Kasus Bantuan Ternak Rp14,5 M di Lhokseumawe)

“Kita melihat kasus ini tidak berdiri pada dua orang ini (DH dan IM) saja. Karena pagu sebesar Rp14,5 miliar itu tidak pada posisi kebijakan hanya kepala dinas saja, tapi itu dilevel sekda termasuk wali kota, kami meyakini bahwa mengetahui soal kebjakan anggaran ini, termasuk kelembagaan DPR (DPRK),” ujar Alfian.

Oleh karena itu, Alfian melanjutkan, MaTA berharap pengusutan kasus tersebut tidak berhenti pada dua tersangka saja. “Pengungkapannya itu harus secara menyeluruh. Pengungkapan secara menyeluruh di sini, salah satunya adalah penyidik harus mampu menelusuri siapa saja yang menerima aliran dana dari pagu Rp14,5 miliar,” katanya.

Dengan kerugian negara mencapai Rp8,1 miliar lebih dari total pagu Rp14,5 miliar, MaTA menduga kasus itu tidak hanya melibatkan dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. “Atasan mereka itu berpotensi besar bahwa menikmati. Karena pola korupsi yang sekarang terjadi kita melihat masih model lama, dan itu sangat mudah ditelusuri oleh penyidik. Nah, pertanyaannya, apakah penyidik mau (menelusuri aliran dana?) Ini menjadi pertanyaan besar,” ujar Alfian.

Menurut Alfian, pihaknya akan terus mendesak jajaran Polda Aceh untuk menelusuri aliran dana kasus tersebut. “Karena kasus ini sudah pernah dilakukan gelar perkara di Polda Aceh,” katanya.

Alfian menambahkan, meskipun berkas perkara dua tersangka sudah dilimpahkan kepada kejaksaan, “Polisi harus terus melakukan proses penyelidikan dan penyidikan, itu terutama di tingkat kepala dinas, sekda dan juga wali kota”.

“Selain itu, di parlemen, Banggar (DPRK) juga perlu diminta menjadi saksi. Artinya, untuk mengetahui, dari tingkat proses pengesahan, bagaimana anggaran ini disahkan,” ujar Alfian.

Alfian menilai ada yang aneh dengan sikap DPRK lantaran terkesan diam saja terkait kasus tersebut. “Kenapa diam dengan kasus ini? Kan pihak yang dirugikan ini sangat banyak, dan itu masyarakat kelas bawah. Seharusnya DPR (DPRK) bersuara. Nah, pertanyaan besar, kenapa DPR hari ini tidak bersuara?”

“Dan publik juga sangat mencurigai bahwa banyak pihak yang terlibat dalam kasus ini. Dalam konteks terlibat adalah menikmati aliran dana. Dan ini yang perlu ditelusuri oleh penyidik, karena siapapun yang menerima aliran dana, ini patut ditetapkan sebagai tersangka,” tegas Alfian.

Menurut Alfian, apabila pengusutan kasus tersebut mandek pada dua tersangka saja, MaTA akan mendesak KPK melakukan supervisi. “Kalau misalnya kasus ini nanti mandek ataupun berjalan pada posisi dua orang ini saja, kita melihat bahwa ini ada “ketidakmampuan” pihak penyidik di Aceh, kita akan minta supervisi KPK, karena ada beberapa kasus korupsi di Aceh yang sudah pernah dilakukan koordinasi dan supervisi oleh KPK,” katanya.

Sebelumnya, Setia Fadli, S.H., Penasihat Hukum (PH) IM, 43 tahun, tersangka perkara dugaan korupsi bantuan ternak bersumber dari APBK Lhokseumawe 2014, juga meminta penyidik mengusut keterlibatan pejabat lainnya.

“Klien saya itu korban, dia tidak bermain dalam perkara itu. Yang perlu diusut adalah orang yang lebih bertanggung jawab, yaitu atasan IM. Kita harap polisi mengusut kasus ini sampai ke sana,” ujar Setia Fadli dari “Law Office HN and Partner” di Lhokseumawe kepada portalsatu.com, Kamis, 21 Desember 2017.

Artikel ini telah tayang di portal satu
http://portalsatu.com/read/news/kasus-ternak-rp145-m-mata-minta-penyidik-periksa-wali-kota-dan-dewan-39019

LSM Kritisi Lawatan Irwandi ke Slovakia

* Tinjau Pabrik Pesawat

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mengkritisi lawatan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf ke Slovakia untuk melihat pabrik pesawat, baru-baru ini. MaTA menilai, kunjungan tersebut tidak tepat, apalagi saat ini ada yang lebih penting diurus gubernur, yaitu pembahasan RAPBA 2018 yang tak kunjung disahkan.

“Seharusnya Gubernur Aceh saat ini berada di Aceh untuk membahas atau mengontrol pembahasan RAPBA 2018 yang belum jelas hingga saat ini. APBA 2018 justru lebih penting ketimbang meninjau pabrik pesawat,” kata Koordinator MaTA kepada Serambi, Sabtu (23/12).

Info yang diterima MaTA, Gubernur Aceh dalam lawatan itu ikut memboyong Kepala Bappeda dan sejumlah pejabat lainnya. Tak tanggung-tanggung, anggaran yang digunakan untuk kunjungan tersebut, menurut MaTA mencapai Rp 1 miliar yang diambil dari APBA-P 2017, yaitu dana untuk kajian dan pengadaan pesawat. “Seharusnya dana itu digunakan untuk membayar akademisi yang paham tentang pesawat, bukan untuk jalan-jalan,” kata Alifan.

Parahnya lagi, menurut info atau isu yang ditangkap MaTA, dalam lawatan tersebut, gubernur bersama bawahannya itu tidak menggunakan paspor dinas melainkan paspor kunjungan wisatawan. “Ini perlu klarifikasi dari seorang gubernur, apakah benar demikian atau bukan. Kita ingin klarifikasi sebenarnya jangan sampai bohong-bohong,” kata Alfian.

Pantauan Serambi melalui akun facebook Irwandi Yusuf, dalam beberapa hari terakhir kepala pemerintahan Aceh tersebut memang sedang berada di Slovakia bersama beberapa orang lainnya. Irwandi terlihat mengunjungi salah satu pabrik pesawat yang ada di sana, bahkan dalam beberapa postingannya, Irwandi dengan tim—termasuk dengan Kadishub Aceh, Zulkarnain—mencoba pesawat kecil seperti jenis pesawat yang digunakan Irwandi di Aceh selama ini.

Catatan Serambi, ini bukan kali pertama Irwandi melakukan lawatan kerjanya ke luar negeri sejak dilantik 5 Juli 2017. Beberapa negara sudah dikunjunginya, seperti Rusia pada 5 Agustus, Turkey pada 24 September, Qatar pada 10 Desember, dan Slovakia baru-baru ini. Misi Irwandi ke luar negeri dilaporkan untuk menggaet investor masuk ke Aceh. (dan)

Artikel ini telah tayang di serambinews.com
http://aceh.tribunnews.com/2017/12/24/lsm-kritisi-lawatan-irwandi-ke-slovakia.

Persoalan RAPBA 2018 Dilapor ke KPK

MaTA – Selain mengkritisi lawatan Gubernur Irwandi Yusuf ke Slovakia, LSM MaTA juga menyoroti keterlambatan pengesahan RAPBA 2018. Terkait RAPBA tersebut, MaTA menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Melalui surat Nomor 058/B/ MaTA/Xll/2017 yang dikirim ke KPK pada 22 Desember 2017, MaTA memberitahukan keterlambatan pengesahan RAPBA 2018. Surat tersebut ditujukan kepada Ketua KPK dengan perihahal mohon melakukan koordinasi dan supervisi dalam penyusunan APBA 2018.

Koordinator MaTA, Alfian kepada Serambi, Sabtu (23/12) mengatakan, tujuan pihaknya meminta supervisi KPK dalam penyusunan APBA 2018 untuk mencegah terjadinya penyimpangan sejak dini dalam penyusunan anggaran. Selain itu, MaTA berharap agar eksekutif dan legislatif bekerja lebih tertib dalam penyusunan anggaran daerah.

“Sudah diketahui bersama, KPK masih menjadikan Aceh sebagai satu dari enam provinsi target penindakan korupsi pada 2006 lalu. Awal Agustus 2016, Aceh dan KPK juga sudah melakukan penandatanganan komitmen bersama terkait rencana aksi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi terintegrasi di Aceh,” katanya.

Alfian melanjutkan, berbagai polemik juga muncul karena belum disahkannya RAPBA 2018. Mulai dari alasan belum disahkannya Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2017-2022 hingga alasan KUA PPAS tahun 2018 yang sebelumnya ditolak oleh DPRA dan belum disempurnakan oleh eksekutif.

“Apapun alasannya, kondisi ini sangat merugikan masyarakat Aceh, apalagi dengan track record Pemerintah Aceh yang dalam 10 tahun terakhir selalu terlambat dalam pengesahan anggaran,” kata Alfian.

Menurutnya, keterlambatan ini sangat berdampak pada pelayanan publik dan daya serap anggaran Pemerintah Aceh. Kepentingan politik elite baik eksekutif maupun legislarif menjadi alasan lain molornya pengesahan RAPBA 2018.

Sebagai catatan, kata Alfian, pembahasan RAPBA 2017, temuan pihaknya ada 119 paket proyek senilai Rp 650 miliar yang dipaksa masuk dalam RAPBA. “Akibatnya proses pembahasan sangat berlarut-larut dan menimbulkan polemik di masyarakat,” ujar Alfian

Artikel ini telah tayang di http://aceh.tribunnews.com/2017/12/24/persoalan-rapba-2018-dilapor-ke-kpk

Sekda Terima Berkas Usulan Review Izin Tiga Sawit Tamiang

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyampaikan hasil review perizinan terhadap tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Aceh Tamiang kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Tamiang, Razuardi Ibrahim.

Penyerahan hasil review ini berlangsung melalui audiensi antara MaTA dengan Sekda Aceh Tamiang di ruang kerja Sekda setempat. Hasil review diharapkan dapat menjadi dasar Pemerintah Aceh Tamiang dalam mereview terhadap keseluruhan perusahaan perkebunan di sana. “Berkas yang kita sampaikan itu, merupakan masukan dari kita sebagai bagian untuk mendorong perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Aceh Tamiang,” kata Koordinator Bidang Hukum dan Politik MaTA, Baihaqi dalam pres rbilisnya.

Dikatakan, ketiga berkas usulan review yang diserahkan itu yakni izin untuk PT Tenggulon Raya, PT Sinar Kaloy Perkasa Indo, dan PT Mestika Prima Lestari Indah. Review ini dilakukan MaTA setelah mendapat dokumen-dokumen perusahaa dari Pemerintah Aceh Tamiang melalui proses sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Aceh (KIA). Hasil telaah MaTA, izin Hak Guna Usaha (HGU yang diberikan kepada ketiga perusahaan itu, tumping tindih dengan kawasan hutan lindung dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).  Selanjutnya pemberian rekomendasi Izin Usaha Perkebunan (IUP) tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Temuan lain yang disampaikan adalah penanaman sawit tanpa alas hak (sertifikat HGU) dan bahkan yang menarik beberapa perusahaan ini melakukan ekspansi di luar batas HGU yang diberikan.“Pada kesempatan itu kami juga menyinggung keberadaan Desa Batu Bedulang Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang. Lahan yang ditempati oleh warga Batu Bedulang adalah lahan HGU milik PTPN I karena lahan desa Batu Bedulang telah disapu oleh banjir bandang,” kata Baihaqi.

MaTA berharap, lahan yang ditempati oleh warga Batu Bedulang dapat dibebaskan untuk pemukiman warga, terlebih izin HGU PTPN I akan berakhir dalam beberapa tahun mendatang. Jika tidak dibebaskan, warga Batu Bedulang tidak memiliki pemukiman, bahkan untuk lahan Tempat Pemakaman Umum (TPU) sekalipun.

Sementara itu, Sekda Aceh Taming mengapresiasi usulan hasil review dari MaTA untuk mendorong perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Aceh Tamiang.  Sekda juga menyampaikan akan menindaklanjuti temuan ini dengan meminta dinas teknis terkait untuk menyusun rencana evaluasi dan memanggil perusahaan-perusahaan yang menjadi temuan. “Kalau nanti ditemukan potensi pencaplokan lahan, perusahaan akan diminta untuk mengembalikan pada fungsinya,” tegas Sekda Tamiang, Razuardi Ibrahim

Pada pertemuan itu, Pemerintah Aceh Tamiang dihadiri oleh Razuardi Sekda Aceh Tamiang, Muhammad Zein Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan juga Samsul Rizal Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH).  Sedangkan dari MaTA diwakili oleh Baihaqi Koordinator Bidang Hukum dan Politik dan Sari Yulis staf Bidang serta Riki Yuniagara dari LBH Banda Aceh selaku tim yang menyusun hasil review.

Artikel ini telah tayang di Habadaily

https://habadaily.com/polhukam/11904/sekda-terima-berkas-usulan-review-izin-tiga-perusahaan-sawit-tamiang.html

MaTA dan ICW Pantau Implementasi JKN di Aceh

MaTA – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan pemantauan implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Aceh.

Dalam pantauannya, MaTA mengambil sampel di Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe, yaitu pada Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia dan Rumah Sakit Arun.

Demikian dipaparkan oleh Staf Bidang Hukum dan Politik MaTA Saryulis di kantor MaTA, Selasa (12/9). Turut hadir pada kesempatan itu Naila Failasufa, peneliti dari Indonesia Business Links dan Almas Sjafrina, Peneliti Korupsi Politik ICW.

Saryulis memaparkan sejumlah temuannya, seperti masih lemahnya pengawasan terhadap penyelenggara, sehingga menjadi penyumbang terhadap terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan JKN di Aceh Utara, kemudian, adanya kebijakan yang tidak menguntungkan rumah sakit juga menjadi bagian dari lemahnya pengawasan internal, serta tidak adanya kinerja yang rill oleh tim.

Pencegahan kecurangan yang dibentuk oleh BPJS dengan berkerjasama Dinas Kesehatan di Aceh Utara dan Lhokseumawe.

“Dalam kegiatan ini, MaTA mendampingi 15 orang pasien, 8 orang pasien tidak ditemukankan adanya fraud (perbuatan kecurangan yang melanggar hukum-red), MaTA mendapatkan 5 kategori fraud dalam kegiatan ini, sedangkan 7 lainnya ditemukan potensi fraud,”lanjut Saryulis memaparkan.

Atas dasar itu pihaknya kata Saryulis, menyampaikan sejumlah rekomendasi, masing-masing, perlu adanya pegawasan yang konkrit bagi badan penyelenggara BPJS wilayah Lhokseumawe dan Aceh Utara. Kemudian, perlu adanya derestrukturisasi terhadap perangkat pemantauan maupun pengawasan yang berada di rumah sakit dalam wilayah kerja badan penyelenggara secara regular, serta perlu adanya mekanisme pelaporan yang sederhana dan cepat respon pada tiap layanan rumah sakit umum/swasta.

Selan itu kata Saryulis, MaTA juga mendorong partisipasi masyarakat untuk aktif melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah yang berorientasi pada pelayanan masyarakat, dan mendorong terciptanya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengelolaan kebijakan dan anggaran publik.

Artikel ini telah tayang di http://portal.radioantero.com

Laporan Audit Keuangan MaTA Tahun 2011 dan 2012

MaTA – Laporan Audit merupakan laporan auditor yang menyatakan pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan norma pemeriksaan akuntan, disertai dengan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa. Jenis pendapat yang dikenal ialah wajar tanpa syarat (unqualified clean), wajar dengan syarat (qualified), menolak dengan memberikan pendapat (adverse), dan menolak tanpa memberikan pendapat sama sekali (disclaimer).

Sebagai Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), MaTA juga telah dilakukan audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Hasil dari audit tersebut merupakan informasi yang penting untuk dipublikasikan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Berikut laporan hasil audit terhadap pengelolaan keuangan MaTA tahun 2011 – 2012.