Kegiatan MaTA |Kemiskinan di Indonesia tetap menjadi tantangan signifikan meskipun telah terjadi penurunan yang cukup besar dalam beberapa dekade terakhir.
Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, Indonesia menghadapi kompleksitas masalah kemiskinan yang mencakup ketimpangan regional, urbanisasi yang cepat, serta distribusi akses yang tidak merata terhadap sumber daya dan layanan publik.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 mencapai 25,90 juta orang, menurun sebesar 0,46 juta orang dibandingkan Maret 2022, dengan penurunan sebesar 0,26 juta orang.
Namun, penurunan ini tidak merata di seluruh wilayah, terutama di daerah terpencil dan pedesaan, di mana angka kemiskinan masih tetap tinggi, dengan sebagian besar penduduk hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
Ketidakstabilan ekonomi global, dampak perubahan iklim, dan pandemi COVID-19 telah memperburuk situasi ini, mempengaruhi mata pencaharian jutaan warga Indonesia.
Dalam konteks ini, upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia memerlukan pendekatan yang lebih inovatif dan komprehensif, yang tidak hanya berfokus pada peningkatan pendapatan, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat dan peningkatan akses terhadap layanan dasar.
Kemiskinan di Kab. Aceh Barat merupakan masalah serius meskipun wilayah tersebut memiliki potensi yang cukup besar. Kekayaan alam berupa sumber daya tanah, air, hutan, dan tambang di Kab. Aceh Barat membuktikan bahwa wilayah ini memiliki potensi pembangunan yang memadai.
Namun, hambatan terbesar terletak pada mekanisme struktural dalam penentuan kebijakan, desain program pembangunan, dan metode implementasi program-program tersebut.
Jika permasalahan struktural ini tidak segera diatasi, maka tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kab. Aceh Barat dapat semakin sulit dicapai. Data dari BPS (2022, 2023) menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Kab. Aceh Barat, dengan angka kemiskinan sebesar 17,93% pada tahun 2022, dibandingkan dengan 17,86% pada tahun 2023.
Kabupaten Aceh Barat, meskipun memiliki potensi alam yang besar, dengan luas kawasan hutan mencapai 110.490 hektar.
Potensi pertambangan emas, dan batubara yang signifikan di Kab. Aceh Barat tidak serta merta membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya, terutama di desa-desa yang berada di lokasi pertambangan yang seringkali terabaikan.
Pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD) di Kab. Aceh Barat saat ini masih didasarkan pada kebutuhan gaji perangkat desa dan beberapa indikator lain seperti jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, luas wilayah, dan kondisi geografis desa, yang belum sepenuhnya memberikan manfaat proporsional kepada desa-desa penghasil sumber daya alam.
MaTA bersama Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) mengadvokasi penerapan konsep benefit sharing melalui Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) untuk mendukung pengentasan kemiskinan di Kab. Aceh Barat.
Upaya ini mencakup pelatihan bagi Tim TKPK Kab. Aceh Barat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam reformulasi skema ADD agar lebih berpihak pada desa-desa penghasil dan terdampak aktivitas pertambangan.
Berdasarkan analisis kebijakan eksisting, program-program pengentasan kemiskinan di Kab. Aceh Barat belum terkoordinasi dengan baik dalam suatu rencana aksi yang terintegrasi lintas sektor dan bidang OPD, sehingga diperlukan keterlibatan multi stakeholder untuk menyusun aksi bersama yang lebih efektif.
Dalam skema penetapan ADD di Kab. Aceh Barat, formula ADD minimal dan ADD proporsional yang digunakan menunjukkan bahwa metode ini lebih menitikberatkan pada aspek pemerataan, sehingga tidak terdapat klaster desa atau pencilan.
Namun, berdasarkan simulasi, besaran ADD yang diterima masih belum mencukupi untuk memenuhi anggaran penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat lainnya. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan besaran ADD dengan menaikkan persentase dari DAU dan DBH menjadi 12%.
Selain itu, untuk desa-desa terdampak penambangan, diberikan ADD khusus Minerba yang dihitung secara proporsional berdasarkan kategori dampak sosio-ekologis yang diterima.
Rekomendasi ini menekankan pentingnya peningkatan alokasi ADD dan penerapan ADD khusus bagi desa-desa terdampak, sebagai langkah strategis dalam percepatan pengentasan kemiskinan di Kab. Aceh Barat.
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan alokasi dana untuk program-program yang tepat sasaran dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa-desa yang memiliki potensi sumber daya alam namun masih terpinggirkan.
salinan serupa ini sebelumnya telah tayang di https://akar.or.id/soroti-kemiskinan-akar-pattiro-berkolaborasi-dalam-mengadvokasi-penerapan-konsep/