Kegiatan MaTA |Arawan kaget bukan kepalang mengetahui ada partai politik yang mencatut nomor induk kependudukannya (NIK) pada September 2022 lalu. Saat itu, tahapan menuju Pemilu 2024 sudah dimulai.
Partai politik mulai bekerja keras mencari dukungan KTP untuk memenuhi syarat ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 sebesar 4 persen.
Mereka yang memahami adanya tahapan pemilu memanfaatkan situs infopemilu.kpu.go.id.
Mereka ingin mengecek apakah NIK masing-masing terdaftar sebagai anggota parpol atau tidak. Salah satunya Arawan, yang saat ini sedang kuliah di Pulau Jawa. Di ruang kelas pun, dosennya kerap mewanti-wanti jangan sampai ada NIK mahasiswanya yang dicatut. “Ketika saya cek di situs KPU, ternyata NIK saya memang tercatat sebagai anggota Partai Kebangkitan Nusantara,” kata Arawan, Senin, 15 Mei 2023.
Baca Juga Dampingi Menko Polhukam dalam Diskusi Pemilu, Sekda Sebut Masyarakat Aceh Dukung Pemilu Damai
PKN adalah partai baru yang dideklarasikan pada 28 Oktober 2021 dan secara resmi telah berbadan hukum dengan terbitnya SK Kementerian Hukum dan HAM RI pada 7 Januari 2022.
Sebagai partai baru, nama PKN tidak terlalu akrab di telinga masyarakat. Itu sebabnya Arawan heran. Bagaimana bisa NIK-nya terdaftar sebagai anggota parpol tersebut.
Baca Juga Ombudsman Investigasi Dua Kasus Besar di Aceh sepanjang 2022
“Saya tak pernah merasa memberikan KTP saya untuk mendukung parpol mana pun, apalagi PKN,” kata mahasiswa S-2 asal Pidie Jaya itu.
Baca Juga Kodam IM Bentuk Tim Investigasi Penyebab Kebakaran Asrama PHB Lampriet
Arawan pun mencoba mengingat-ingat di mana fotokopi KTP-nya tercecer. Sebagai seorang mahasiswa dan anak muda yang aktif di berbagai kegiatan, ada kalanya ia menggunakan salinan KTP untuk mendaftar acara tertentu.
“Atau bisa jadi ketika saya fotokopi KTP ada yang tinggal atau ketika saya mendaftar sesuatu karena kan ada yang juga melampirkan KTP,” jelasnya. Setelah mengetahui NIK-nya dicatut, Arawan tak tinggal diam.
Dia segera mengontak pengurus PKN Aceh melalui akun Instagram @pkn_aceh pada 25 September 2022.
Ia menyatakan keberatannya dan minta agar NIK-nya segera dihapus sebagai anggota PKN. Respons dari admin pkn_aceh cukup kooperatif.
Mereka meminta maaf atas kejadian tersebut dan meminta kembali nama lengkap serta NIK-nya agar bisa diproses penghapusannya dalam keanggotaan partai.
Tiga hari setelahnya, Arawan kembali membuat pengaduan secara resmi kepada KPU melalui helpdesk.kpu.go.id/tanggapan.
Saat mengikuti salah satu seminar pemilu pada 6 Oktober 2022 yang menghadirkan komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Akmal Abzal, Arawan kembali menyampaikan kegundahannya soal pencatutan tersebut.
Akmal menyarankan agar dirinya mengadu ke helpdesk KPU dan menunggu prosesnya. Sementara itu, Sekretaris PKN Aceh, M Tanwier Mahdi, menjelaskan bahwa pihaknya juga tidak tahu-menahu perihal asal-usul KTP warga yang mengaku telah dicatut oleh PKN.
Namun, untuk menghimpun KTP pendukung bisa dilakukan oleh pengurus DPW di tingkat provinsi maupun oleh DPD di setiap kabupaten/kota. Sedangkan yang yang bertugas menginput data dari pimpinan nasional.
“Kadang-kadang kita pun yang di Aceh enggak ngerti bagaimana bisa terekam,” katanya saat dikonfirmasi pada Kamis, 8 Juni 2023. Karena itu, begitu ada yang komplain seperti yang dilakukan Arawan, pihaknya segera menghubungi pimnas agar bisa diproses langsung.
Namun, kata Tanwier, jika pun tidak melapor ke partai, warga bisa langsung melapor ke Helpdesk KPU dan prosesnya juga tidak rumit. PKN Aceh kata Tanwier, saat ini sedang terfokus pada persiapan Pemilu 2024 yang sudah pada tahap uji baca Al-Qur’an.
PKN mendaftarkan 57 bacaleg untuk kursi DPRA yang 40 persen di antaranya merupakan bacaleg perempuan.
Fokus mereka untuk menjaring konstituen dari Dapil 9 (Subulussalam, Aceh Singkil, Aceh Selatan, dan Aceh Barat Daya); Dapil 1 (Aceh Besar, Banda Aceh, dan Sabang); serta dapil 5 (Aceh Utara dan Lhokseumawe).
Pencatutan NIK tak hanya dialami oleh Arawan. Neneknya yang berdomisili di Meureudu, Pidie Jaya, belakangan juga diketahui terdaftar sebagai anggota Partai Darul Aceh (PDA), salah satu partai lokal di Aceh.
Untuk pencatutan NIK sang nenek, Arawan menyebut kalau KTP neneknya memang “dijual” oleh salah seorang kerabatnya yang saat itu berstatus sebagai anggota PDA.
Namun, ia tidak mengetahui berapa kompensasi yang diterima oleh kerabatnya itu. “Tidak disebutkan berapa jumlahnya (harga), karena katanya untuk memenuhi syarat itu mereka disuruh (oleh pengurus parpol) untuk cari-cari KTP,” kata Arawan.
Ia menjelaskan sang nenek baru mengetahui pencatutan NIK setelah petugas verifikator dari KIP Pidie Jaya datang ke rumah untuk pengecekan langsung.
“Saat ini kerabat saya itu pun sekarang sudah keluar dari partai itu karena dia sudah dapat pekerjaan dan tidak di Aceh lagi,” ucapnya. Sekretaris DPP Partai Darul Aceh (PDA), Syahminan Zakaria.
Sekretaris DPP Partai Darul Aceh (PDA), Syahminan Zakaria, saat dikonfirmasi pada Jumat, 9 Juni 2023, menjelaskan bahwa pihaknya tidak pernah menerima adanya informasi tentang pencatutan KTP warga baik yang di Pidie Jaya maupun dari daerah lain.
Namun, ia mengakui jika ada anggota partai yang meminta mengundurkan diri karena mengikuti PPPK dan lain-lain.
Pada prinsipnya kata dia, proses rekrutmen anggota maupun pengurus partai berdasarkan pada kesadaran dan kemauan masing-masing individu.
“Jadi, prosesnya itu kita memang langsung meminta KTP dari yang bersangkutan, tidak asal comot, dari DPP sampai ke DPW begitu kita terapkan. Karena kalau tidak begitu, waktu verifikasi faktual kalau bukan langsung dari yang bersangkutan akan bermasalah.
Dari awal kami sudah mengantisipasi itu,” katanya. Namun, ia tak memungkiri jika ada kondisi-kondisi di luar sepengetahuan DPP seperti halnya yang terjadi pada salah satu warga di Pidie Jaya.
“Itu bisa jadi, tapi secara organisasi partai sudah ada patron sendiri, harus jelas yang direkrut, baik anggota, apalagi pengurus.
Memang ada yang minta dihapus namanya, tapi bukan karena dicatut melainkan mereka ingin mendaftar kerja, kan tidak mungkin juga kita larang karena ini menyangkut kesejahteraan mereka,” katanya.
Untuk saat ini pihaknya sedang fokus menghadapi Pemilu 2024 dan sedang dalam tahapan pendaftaran caleg-caleg baik untuk DPRA maupun DPRK. Pihaknya menargetkan minimal dapat lima kursi agar pada pemilu yang akan datang tidak perlu lagi mengganti nama partai.
“Itu target yang rasional, paling tidak nggak perlu ubah-ubah nama partai lagi ke depan,” ujarnya. Ia turut berpesan agar dalam pemilu nanti masyarakat memilih caleg-caleg yang berpotensi dan bisa menyuarakan aspirasi masyarakat.
Mereka yang tidak saja punya kemauan secara politis, tetapi juga punya kapasitas dan intelektual. “Lima tahun itu lama, jangan sampai salah memilih. Jangan terkecoh dengan politik uang yang sudah menjadi gejala luar biasa,” ujarnya.
Setali tiga uang dengan yang dialami oleh Arawan, warga Kabupaten Aceh Timur, Adhil, sempat kesal saat menyadari tak bisa mendaftar sebagai Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) akhir tahun lalu. Telisik punya telisik, ternyata NIK-nya telah terdaftar sebagai anggota Partai Ummat.
Ini merupakan partai besutan Amien Rais yang baru terdaftar dan disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 20 Agustus 2021.
Partai ini nyaris gagal sebagai peserta Pemilu 2024 karena tidak lolos verifikasi faktual dan tidak memenuhi syarat di Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Namun, setelah perbaikan akhirnya dinyatakan lolos dan mendapatkan nomor urut 24. Belakangan Adhil teringat pernah memberikan KTP kepada seorang teman yang meminta dukungan untuk ayahnya.
Yang Adhil tidak ketahui adalah KTP itu ternyata untuk didaftarkan sebagai anggota parpol. “Dia tidak memberi tahu saya,” ujar Adhil awal Mei lalu. Sementara itu, Sekretaris DPW Partai Ummat, Afdhal Yudi, belum memberikan tanggapannya terkait hal itu.
Saat dihubungi pada Kamis siang, 8 Juni 2023, Yudi mengaku sedang ada tamu dan minta dihubungi kembali. Namun, setelah dua kali dihubungi kembali ia tidak menjawab panggilan.
I Salah seorang jurnalis foto di Banda Aceh, Hendri, juga mengaku NIK-nya pernah terdaftar sebagai anggota Partai Pemersatu Bangsa (PPB). Anehnya kata dia, meski yang terdaftar adalah NIK-nya, tetapi nama yang muncul di aplikasi infopemilu.kpu.go.id justru Mulyono Hutapea.
“Waktu kulihat langsung bikin screenshot dan kubuat status di WhatsApp,” kata Hendri, Senin, 15 Mei 2023. Meski sadar organisasi profesinya tak membolehkan Hendri untuk bergabung dengan parpol, tetapi ia tidak melapor ke KIP Aceh atau ke KPU.
Yang pasti, ketika Hendri mengecek lagi pada pertengahan Mei 2023, NIK-nya sudah tidak terdaftar lagi sebagai anggota parpol.
Belakangan, PPB tidak lolos verifikasi dan gagal menjadi peserta Pemilu 2024. Pencatutan NIK tak hanya dilakukan oleh partai “gurem”.
Salah satu dedengkot partai politik di Indonesia, juga pernah dilaporkan ke Bawaslu Aceh gara-gara mencatut NIK milik Syahril, seorang jurnalis TV di Banda Aceh. Saat itu kata Syahril, iseng-ieng dia mengecek NIK-nya di infopemilu.kpu.go.id.
“Ternyata nama saya muncul sebagai anggota partai tersebut,” kata Syahril pada Mei lalu. Ia merasa sangat dirugikan dengan pencatutan itu dan melapor ke Bawaslu Aceh.
Selanjutnya, laporan tersebut diproses langsung oleh KIP Aceh dan memakan waktu hingga satu bulan lamanya. Bahkan dia harus mengikuti sidang di KIP Aceh yang juga menghadirkan ketua partai yang dilaporkan tersebut.
“Saya dikonfirmasi kembali di dalam sidang itu, apakah benar saya bukan pengurus dari partai itu, pihak KIP juga menanyakan kepada ketua partai apakah saya bukan anggota mereka.” Setelah sidang, Syahril harus menunggu prosesnya hingga beberapa hari.
“Seminggu kemudian saya cek kembali di aplikasi dan nama saya sudah tidak terdaftar lagi sebagai anggota parpol,” ujar Syahril lega.
Pencatutan NIK oleh parpol dinilai sangat merugikan. Arawan dan Adhil misalnya, gara-gara NIK mereka terdaftar sebagai anggota parpol, banyak peluang pekerjaan yang terlewat begitu saja.
Meskipun mereka segera melapor ke KPU begitu mengetahui adanya pencatutan, tetapi proses penghapusan pada sistem KPU membutuhkan waktu yang lama hingga berbulan-bulan.
Tidak seperti Syahril yang urusannya selesai hitungan minggu, Arawan bahkan berulang kali menanyakan perkembangannya pada pengurus PKN Aceh melalui direct message Instagram.
Barulah sekitar Februari 2023 saat mengecek kembali NIK-nya sudah tidak terdaftar lagi sebagai anggota parpol. Begitu juga Adhil yang harus menunggu hingga hitungan bulan. Bakal calon DPR RI asal Aceh, Azhari Cage bersama timses nya di KIP Aceh.
Pencatutan KTP untuk Bacalon DPD RI asal Aceh DUKUNGAN dalam bentuk KTP tidak hanya dibutuhkan oleh partai politik untuk memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary treshold) sebanyak empat persen.
Para individu yang akan maju sebagai bakal calon anggota dewan perwakilan daerah (DPD) secara independen juga membutuhkan dukungan untuk memenuhi persyaratan dukungan minimal sebagaimana diatur dalam Pasal 183 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Bagi provinsi dengan daftar pemilih tetap (DPT) 1 juta orang wajib memenuhi persyaratan dukungan minimal seribu orang; 1—5 juta DPT wajib memenuhi minimal 2 ribu dukungan; 5—10 juta wajib memenuhi minimal 3 ribu dukungan; 10—15 juta wajib memenuhi minimal 4 ribu dukungan; dan lebih dari 15 juta wajib memenuhi minimal 5 ribu dukungan.
Provinsi Aceh dengan jumlah penduduk sekitar 5.507.855 jiwa, memiliki jumlah pemilih sebanyak 3,75 juta orang.
Itu artinya, bakal calon anggota DPD asal Aceh hanya perlu memenuhi syarat dukungan minimal sebanyak 2 ribu orang/KTP yang berasal paling sedikit setengah dari jumlah kabupaten/kota di Aceh. Untuk per satu kabupaten/kota mereka hanya perlu dukungan minimal sekitar 200 KTP.
Wacana catut-mencatut KTP pun kembali mencuat setelah KIP melakukan verifikasi faktual. Publik menilainya sebagai salah satu bentuk kecurangan dalam proses pelaksanaan pemilu. Kesempatan bagi para muge atau tengkulak untuk “berdagang” KTP.
Mereka yang NIK-nya dicatut umumnya baru mengetahui setelah diverifikasi faktual secara langsung oleh petugas dari KIP kabupaten/kota melalui PPS. Contohnya seperti yang dialami warga Aceh Timur, Arrazi.
Ia mengaku kalau NIK-nya dicatut oleh salah satu bakal calon DPD RI asal Aceh atas nama Iy.
Selain tidak mengenal bakal calon DPD tersebut, dia juga tidak merasa pernah memberikan KTP untuk mendukung Iy. Ia juga tidak memberikan kepada orang lain yang memiliki aktivitas di partai politik.
Arrazi baru mengetahui kalau NIK-nya dicatut setelah petugas PPS melakukan verifikasi langsung kepadanya.
“Sekitar bulan April lalu datang petugas PPS ke rumah saya untuk melakukan verifikasi faktual pendukung salah satu bacalon anggota DPD.
Saat itu saya tidak di rumah sehingga mereka mengonfirmasi pada saya via telepon.
Dari situlah saya tahu kalau KTP saya sudah dicatut oleh yang bernama Iy itu,” kata Arrazi saat dihubungi pada Minggu malam, 28 Mei 2023.
Kesal karena KTP-nya disalahgunakan, Arrazi lantas mencari tahu siapa sosok Iy agar bisa mengonfirmasi langsung perihal pencatutan itu. Namun, setelah ia bertanya sana sini, tidak ada yang mengenal Iy. Orang-orang di sekitarnya juga tidak ada yang kenal. “Betul-betul tidak terdeteksi oleh saya siapa itu Iy,” katanya.
Hingga Minggu terakhir Mei kata Arrazi, ketika dia mengecek di situs KPU, namanya masih tercantum sebagai pendukung bacalon tersebut.
Namun, dia tidak melapor ke KIP ataupun melapor secara online via website KPU karena tidak paham secara teknis. Sementara itu, Iy saat dikonfirmasi perihal itu menjelaskan bahwa jika ada warga yang merasa bukan pendukung dirinya ataupun bakal calon DPD lainnya dapat melapor via https://helpdesk.kpu.go.id/tanggapan.
Orang tersebut hanya perlu melampirkan surat pernyataan dan menunggu proses dari KPU. Secara teknis kata dia, yang bertugas mengumpulkan KTP dukungan di lapangan adalah timnya.
Ada beberapa daerah yang dinilai menjadi basis konstituennya, seperti Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Timur, hingga Singkil dan Simeulue.
“Saya juga kan mengajar, jadi banyaklah yang memberikan dukungan dari para kolega, mahasiswa, kepala sekolah, hingga dari dayah,” katanya saat dikonfirmasi pada Kamis, 8 Juni 2023.
Bahkan, kata dia, sebagai syarat mendaftar bakal calon DPD kemarin, dia menyiapkan hingga 2.500 KTP lebih. Jadi, kata dia, jika ada satu dua yang miss seperti itu dipersilakan untuk mengundurkan diri.
Dia menghormati hak setiap individu dalam menentukan pilihan politiknya. “Apalagi terkadang memang ada kebutuhan-kebutuhan administrasi ketika mendaftar suatu pekerjaan yang tidak membolehkan mendukung partai politik atau kontestan pemilu,” ujarnya. Anggota KIP Aceh, Munawarsyah.
Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh KOMISIONER KIP Aceh Divisi Teknis dan Penyelenggaraan Pemilu, Munawarsyah, menjelaskan, semua proses pendaftaran dan pengumpulan syarat administrasi peserta Pemilu 2024—baik untuk parpol maupun individu yang bertarung ke DPD—dilakukan secara online melalui aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
Adanya aplikasi Silon menurut Munawarsyah tidak saja untuk efisiensi dalam pemberkasan yang paperless, juga sebagai wujud transparansi penyelenggara pemilu di Indonesia, khususnya di Aceh, agar tak ada yang bisa “bermain-main” dengan data masyarakat.
Data yang diunggah ke Silon saling terkoneksi antara yang dikelola oleh KIP Aceh dengan KIP kabupaten/kota.
“Karena data yang diunggah ini berbasis NIK, makanya ketika ada yang ganda langsung kelihatan sejak awal. Misalnya ada KTP yang diunggah berulang-ulang, langsung terdeteksi, yang dobel-dobel inilah yang akan kita verifikasi lagi,” kata Munawarsyah saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu, 10 Mei 2023.
Dari unggahan berkas pendukung tersebut, KIP Aceh akan memverifikasi secara administrasi, apakah syarat dukungannya memenuhi keterwakilan dari kabupaten/kota sesuai amanat undang-undang. Setelah itu baru dilakukan verifikasi faktual dengan mengonfirmasi langsung para pendukung sesuai dengan data yang diunggah.
Dari verifikasi faktual inilah ditemukan adanya kasus-kasus seperti pendukung tidak berhasil dijumpai petugas di lapangan.
“Ya udah, kita hapuskan (datanya),” katanya. Sedangkan yang KTP-nya diketahui memberikan dukungan secara ganda, maka akan diminta untuk membuat surat keterangan secara tertulis yang menyatakan hanya mendukung salah satu calon.
“Dan itu semuanya melalui aplikasi Silon,” tegas Munawar Untuk KTP ganda ini ada dua kriteria, yakni ganda internal dan ganda eksternal.
Ganda internal ialah pengunggahan data secara berulang dari parpol atau bacalon DPD yang sama. Sedangkan ganda eksternal ialah data yang sama diunggah oleh banyak parpol atau lebih dari satu bacalon DPD.
Hasil verifikasi faktual yang dilakukan KIP Aceh terhadap pendukung bakal calon anggota DPD misalnya, berdampak langsung pada menyusutnya jumlah pendukung bacalon.
Saat pengumuman verifikasi faktual tahap pertama oleh KIP Aceh pada Rabu, 1 Maret 2023, hanya enam dari 38 bacalon yang memenuhi syarat kelengkapan dukungan tahap pertama.
Ke-6 bacalon tersebut, yaitu Ahmada MZ, H Sudirman, Dedi Mulyadi Selian, Nazir Adam, Mizar Liyanda, dan M Fadhil Rahmi.
Sisanya dinyatakan belum memenuhi syarat dan harus melakukan perbaikan tahap kedua. Tgk Ahmada MZ tercatat sebagai mantan anggota DPRK Aceh Besar; Sudirman adalah inkumben yang sebelumnya dikenal luas melalui karakter Haji Uma dalam serial film komedi ‘Eumpang Breuh’; Dedi Mulyadi Selian mantan anggota KIP Aceh Tenggara.
Kemudian Nazir Adam merupakan mantan wakil bupati Pidie dan Ketua Umum Asosiasi Provinsi PSSI Aceh saat ini; Mizar Liyanda saat ini tercatat sebagai Koordinator Program Keluarga Harapan Wilayah I Aceh; dan M Fadhil Rahmi juga tercatat sebagai inkumben yang sering tampil di publik bersama dai kondang Ustad Abdul Somad.
Nama-nama bacalon yang memerlukan perbaikan tahap kedua, yaitu Darwati A Gani (614 perbaikan), Zulfikar (330 perbaikan), Muhammad Zulmi (150 perbaikan), Sayed Muhammad Muliady (611 perbaikan), Mulia Rahman (551 perbaikan), Akhyar (436 perbaikan), M Fakhruddin (297 perbaikan), Zulhafah (1.107 perbaikan).
Ada juga Abdul Hadi (908 perbaikan), Zulhaq Arsyad (446 perbaikan), M Adam (959 perbaikan), Razali (506 perbaikan), M Amin Said (881 perbaikan), Raihanah (867 perbaikan), Safir (705 perbaikan), Nazar (781 perbaikan). Kemudian Dedi Sumardi Nurdin (506 perbaikan), Rahmat Razi Aulia (887 perbaikan), Mohd Ilyas (614 perbaikan), Azhari (553 perbaikan), Sofyan Ardi (606 perbaikan), Abdullah Puteh (344 perbaikan), Sahidal Kastri (672 perbaikan), Said Muslim (1.105 perbaikan), A Mufakhir Muhammad (1.170 perbaikan), Firmandez (1.087 perbaikan), dan Irsalina Husna Azwir (1.187 perbaikan).
Selain itu, satu bacalon atas nama Nasrullah mengundurkan diri dan tiga lainnya tidak menyerahkan perbaikan dukungan tahap dua, yaitu Ramli Rasyid, Bukhari MY, dan Helmi Hasan. Menyusutnya jumlah KTP pendukung dari mayoritas bacalon ini menguatkan dugaan publik kalau ada yang “berdagang” dan berharap mendapat cuan dari tahapan pemilu.
Menepis dugaan tersebut, salah satu bacalon, Azhari, menjelaskan mengapa pendukungnya bisa berkurang. Pertama, kata Azhari, masyarakat mengenal namanya sebagai Cage, yakni nama alias yang selama ini tersemat di depan nama aslinya: Azhari.
Saat timnya mengumpulkan KTP pendukung dari masyarakat, mereka hanya menyebutkan KTP itu untuk Cage agar bisa maju ke DPD. Tidak menyebutkan nama Azhari. “Sedangkan saat verifikasi faktual petugas mengonfirmasi atas nama Azhari, makanya ada sebagian yang tidak mengenal,” kata Azhari, 10 Mei 2023.
Kedua, ada juga di antara pendukungnya yang belakangan menjadi penyelenggara pemilu sehingga mereka mencabut dukungannya kepada bacalon peserta pemilu. Azhari mengklaim bahwa semua pendukungnya valid dan tidak asal comot KTP karena semua diambil atas persetujuan mereka.
“Selebihnya tidak ada kendala apa pun,” kata mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh itu.
Muge KTP SOAL bagaimana “muge (penggalas/tengkulak)” KTP ini bergerilya di masyarakat, pernah disaksikan langsung oleh Emil, warga Kabupaten Aceh Besar.
Akhir 2022 lalu, tak lama setelah kunjungan Anies Baswedan ke Aceh, dalam suatu kelompok pengajian di kampungnya, ada ibu-ibu yang menggalang dukungan KTP dengan “menjual” nama Anies Baswedan.
Menurut Emil, ada beberapa yang memberikan salinan KTP mereka karena memang bersimpati pada sosok Anies. Setelah itu tidak ada kejelasan lagi akan diapakan KTP yang diambil itu.
Emil sendiri memilih untuk tidak memberikan salinan KTP-nya. Selain karena tak begitu paham politik, dia juga tidak kenal pada orang yang meminta dukungan KTP tersebut.
Belakangan setelah mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh salah satu LSM di kampungnya, Emil sadar bahwa Anies tidak membutuhkan tiket berupa KTP agar bisa maju sebagai calon presiden.
Mereka yang berkegiatan di masyarakat atau yang memiliki basis massa di level akar rumput, kerap didekati politisi karena dinilai bisa menjadi “jembatan” untuk menggalang dukungan di musim pemilu.
Hal itu diakui oleh Hairi, warga Aceh Barat Daya yang sepanjang kegiatannya selalu bersinggungan dengan masyarakat. “Ada, dari partai nasional, tetapi saya tolak,” kata Hairi akhir Mei lalu.
Bagi Hairi yang masih memiliki idealisme politik, hal-hal semacam itu masih menjadi pertimbangannya. Dia tak mau sembarangan “membantu” orang. “Kecuali pada pemilu lalu, saya ada membantu satu teman perempuan yang maju sebagai caleg,” katanya.
Namun, Hairi tak menampik adanya kondisi di lapangan yang “mencari aman” jika sudah terbentur oleh hierarki struktural di tempat kerja. Oya, seorang warga yang berdomisili di Banda Aceh, juga mengaku pernah ada politikus yang “meminta tolong” padanya.
Namun, Oya dengan tegas menolak karena dia tidak ingin masyarakat dampingannya menjadi komoditas politik. Meskipun ia punya kekuatan untuk mengerahkan masyarakat, tetapi tak ada jaminan “angin surga” politisi tersebut akan terwujud.
“Ini berkaitan dengan integritas karena dalam kontrak kerja saya disebutkan kami tidak boleh terlibat politik praktis” katanya. Oya juga tak ambil pusing meskipun ajakan itu berasal dari atasannya sendiri.
Selaras dengan apa yang diceritakan Hairi dan Oya, Asmin yang sehari-hari juga bekerja di masyarakat membenarkan bahwa pendekatan-pendekatan seperti itu lazim dilakukan politikus baik yang ingin maju ke Senayan melalui jalur parpol atau bacalon DPD.
Mereka tidak datang dengan tangan kosong, tetapi dengan iming-iming proyek atau kompensasi lain jika terpilih. Sebaliknya, ada juga yang mendekati politisi-politisi tertentu karena merasa memiliki komoditas untuk dijual berupa kantong-kantong suara di masyarakat.
“Ada dari partai lokal dan parnas,” kata Asmin sambil menyebut nama politisi yang mendekatinya. Di tahap-tahap awal kata Asmin, politisi tersebut hanya ingin tes ombak terlebih dahulu, bagaimana respons publik terhadap kehadiran mereka di suatu daerah pemilihan.
Di situlah peran jembatan ini untuk mempertemukan politikus tersebut dengan warga. “Kalau responsnya positif berarti terbuka peluang lebih lanjut, kalau tidak ya berhenti sampai di situ. Semua itu angin surga,” katanya.
Namun, berdasarkan apa yang pernah ditemui Asmin di lapangan, ada yang menghargai per satu KTP Rp25—50 ribu, tetapi itu pun tidak dibayar di awal.
Namun, orang-orang yang KTP-nya sudah dikantongi oleh para timses ini akan mendapatkan prioritas jika ada bantuan menjelang hari-H pemilu seperti sembako.
Terlepas siapa pun yang berusaha mengambil keuntungan dalam situasi ini, yang jelas warga yang dicatut KTP-nya sangat merasa dirugikan. Arawan ataupun Arrazi dua di antaranya.
Mereka mengatakan tak seharusnya proses demokrasi dicederai dengan hal-hal semacam itu. “Harus betul-betul memastikan apakah KTP yang diambil itu pendukung mereka atau bukan. Kalau seperti ini saya merasa sangat dirugikan.
Kadang kita perlu KTP kita untuk hal-hal lain tetapi sudah terkendala dengan itu,” keluhnya. Namun, yang lebih mengesalkan dia, cara-cara seperti itu dinilai telah mengangkangi hak politik warga negara.
Ditulis oleh Tim KJI Aceh: Ihan Nurdin (perempuanleuser.com), Fitri Juliana (digdata.id), Ulfa (KBA.one), Mhd. Saifullah dan Iskandar (ajnn.net).
Tulisan ini telah tayang di https://www.ajnn.net/news/muge-ktp-di-musim-pemilu/index.html