Siaran Pers |Berdasarkan penelusuran dan pengumpulan informasi atas program Penyaluran bantuan budidaya ikan dan pakan runcah oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA) untuk 9 kelompok masyarakat di Kecamatan Nurussalam dan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur dengan anggaran sebesar Rp 15.713.864.890 pada perubahan APBA Tahun Anggaran 2023.
Program ini sifatnya sebagai pokok-pikiran (POKIR) anggota DPRA. BRA dibentuk dengan tujuan untuk pemberdayaan masyarakat korban konflik, mantan kombatan dan tapol/napol sesuai dengan tugas dan wewenangnya. BRA bukan tempat bancakan anggaran untuk politisasi atau kepentingan elit sebagaimana yang terjadi saat ini.
Maka perlu diberi etensi sehingga kelembagaan menjadi tegak lurus demi keadilan para korban, mantan kombantan dan tapol/napol masa yang akan datang. Berdasarkan temuan dan analisa awal kami, nama masing masing kelompok sengaja didesain sedemikian rupa untuk memuluskan pencairan anggaran.
Secara adminitrasi kemungkinan kelompok ini ada tapi secara fakta lapangan tidak ada, dan ini menjadi salah satu modus yang telah terjadi. Sehingga pemangku kepentingan (Aparatur) di Gampong-Gampong sama sekali tidak mengetahui atas keberadaan nama kelompok dan anggaran bantuan tersebut.
Padahal saat ini tiap bantuan ke gampong perlu ada koordinasi dengan pihak yang ada di gampong sehingga kebijakan anggaran yang bersumber dari APBA dan APBK tidak tumpang tindih dengan anggaran dana desa. Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi demikian.
Sehingga patut diduga bantuan tersebut fiktif dan sangat potensi di mafaatkan oleh pihak yang tidak bertangung jawab dan juga potensi anggaran tersebut menjadi politisasi untuk kepentingan pemilu yang baru saja berlangsung.
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak secara tegas kepada Kejaksaan Negeri Aceh timur yang saat ini sedang melakukan penyelidikan dan juga di backup oleh Kejati Aceh untuk dapat mengusut kejahatan yang telah terjadi secara tuntas dan utuh. Artinya kami tidak berharap kasus ini hanya dikorbankan oknum di level operasional saja akan tetapi menjadi harapan publik aktor pelaku kesehatan luar biasa ini juga harus tersentuh hukum.
Kasus ini tidak hanya dilihat secara kerugian keuangan semata akan tetapi juga kerugian sosial yang menjadi lebih besar. Dimana seharusnya para korban konflik, mantan Kombatan dan Tapol/Napol di tahun 2023 sudah mereka terima dana kompensasi akibat perang malah di korupsi.
Jadi perhitungan kerugian secara sosial juga menjadi penting bagi penyidik dan Hakim Tipikor dalam menilai nantinya.
Kemudian penyidik juga perlu menelusuri sejak penganggaran atas program yang dimaksud sehingga publik juga tau, program ini memang sejak di penganggaran sudah bermasalah terutama secara administrasi. Penyelidikan dari hulu sampai ke hilir menjadi tuntutan atas kasus tersebut, siapa saja yang telibat maka dapat ditindak secara tegas dan publik memberi atensi dan dukungan kepada Kejati Aceh dalam penanganan kasus secara utuh.
Selanjutnya kami mendorong perlu ada segera pembaharuan sistem dan manajemen di BRA, selama ini BRA mengurus dana Pokir dewan yang di tempatkan pada badan tersebut dan ini menjadi masalah saban tahun.
Seharusnya pemerintah aceh perlu memikirkan dan melahirkan kebijakan secara penggangaran secara khusus sehingga tidak dikendalikan oleh pemilik Pokir dan ini juga berdampak pada kinerja BRA. Jadi BRA perlu di evaluasi secara menyeluruh, kalau ada oknum bermental korup maka wajib di bersihkan.
Perlu orang-orang yang memiliki integritas dan memiliki moral yang mengelola BRA. Sehingga kinerja kedepan menjunjung tinggi rasa keadilan bagi korban dan alokasi anggaran khusus menjadi bagian terpenting untuk mempercepat penyelesaian dan hak hak para korban konflik, mantan Kombantan dan Tapol/Napol.
Pengadaan paket pekerjaan ini fiktif dan penuh dengan kebohongan, pekerjaan penyaluran bantuan untuk sembilan kelompok masyarakat di kecamatan Nurussalam dan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur merupakan manipulasi untuk memperoleh pundi-pundi rupiah oleh pihak tertentu dengan memanfaatkan korban konflik.
Manipulasi dan rekayasa ini juga melibatkan aktor dibelakang meja dan patut diduga aliran dananya bisa mengalir ke oknum politisi yang dipergunakan untuk kepentingan pemilu legislatif pada februari yang lalu. Hal ini dikarenakan pengadaan paket pekerjaan ini berasal dari dana Pokir DPRA yang kemudian dititipkan pada Badan Reintegrasi Aceh.
Selain itu, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian, mendesak Kejati Aceh untuk serius mengusut dugaan korupsi tersebut hingga tuntas dan menyeluruh. “Pengusutan dan pengungkapan kasus jangan hanya berhenti pada aktor lapangan saja, aktor-aktor yang berada dibelakang meja yang merancang perampokan uang publik Aceh juga harus dipidana jika terbukti melakukan Korupsi”.
Hal itu penting dilakukan untuk memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban konflik Aceh. Seperti diketahui pada tahap perencanaan, program ini diperuntukkan untuk penguatan kapasitas/pemberdayaan ekonomi eks kombatan dan korban konflik Aceh akan tetapi kondisi di lapangan berbeda. Paket pekerjaan ini malah kemudian di korupsi dan Korban Konflik di Aceh timur tidak tahu-menahu tentang bantuan ini.
Banda aceh, 7/5/2024
Ttd,
Alfian
Koordinator
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)