Sederet Catatan Kritis MaTA Tentang BPKS

Kebijakan Publik |Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang (DKS) untuk mengevaluasi khusus seluruh kinerja Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) saat ini.

Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat terwujudnya kawasan Sabang sebagai pusat utama pelayanan perdagangan dunia sebagaimana visi yang diusung.

Koordinator MaTA, Alfian mengatakan, selama ini DKS tak memiliki perhatian serius.

Apalagi dari informasi yang diterima Kepala BPKS saat ini juga jarang berada di tempat dan tentu hal itu sangat mempengaruhi kinerja manajemen BPKS.

Sehingga, terkesan BPKS sebagai badan yang diduduki orang-orang tidak bertanggungjawab dan tidak dapat memberi dampak positif terhadap Aceh, sesuai harapan awal sejak dibentuknya BPKS sejak tahun 2000.

“Sementara, pembiayaan negara terhadap keberlangsungan kinerja BPKS sejak dulu sampai sekarang telah mengeluarkan uang yang begitu besar,” ujarnya, Rabu (7/6/2023).

Baca Juga : Jurnalis Surat Kabar Le Monde Prancis Kunjungi MaTA

“Sehingga patut menjadi perhatian penuh bagi pihak yang bertanggung jawab untuk memastikan BPKS berjalan sesuai dengan harapan publik semua,” lanjutnya.

Baca Juga : MaTA Minta Kejari Bener Meriah Transparan Dalam Pengungkapan Kasus Dugaan Penyimpangan Bansos

Berdasarkan penelusuran MaTA dan analisis terhadap kinerja BPKS selama ini, kata Alfian, sudah sepatutnya kinerja BPKS dievaluasi, khususnya dengan alasan berbagai aspek.

Aspek Pengelolaan Aset
Berdasarkan Laporan Kajian Fiskal Regional Aceh Tahun 2022 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perbendaharaan-Kementerian Keuangan RI, BPKS menjadi satker yang menyumbang PNBP terkecil pada satker BLU Pusat.

Dimana, PKS Sabang hanya menghasilkan pendapatan sebesar Rp4,18 miliar, meskipun meningkat dibandingkan tahun 2020 yang hanya sebesar Rp3,58 miliar.

Hal ini disebabkan belum optimalnya jasa layanan pelabuhan dan kawasan oleh konsorsium swasta yang masih terkendala regulasi pemanfaatan aset BLU.

Seharusnya, regulasi ini menjadi perhatian sejak dulu oleh pihak manajemen BPKS.

“Jadi kalau kita bandingkan dengan kampus USK jauh sekali, karena USK menjadi penyumbang PNBP terbesar dari satker BLU di Aceh sebesar Rp261,36 miliar atau 68,90 persen dan kemudian diikuti oleh UIN Ar-Raniry sebesar Rp91,7 miliar,” ungkapnya.

“Kalau kita lihat dari segi pengelolaan aset BPKS memang tidak pernah serius sementara aset di bangun dengan anggaran triliunan telah dihabiskan,” cetus Alfian.

Oleh sebab itu, evaluasi terhadap manajemen komersialisasi maupun tata kelola barang milik Negara (BMN) di lingkungan BPKS perlu dilakukan, termasuk memastikan jenis dan nilai BMN.

Aspek Perizinan Terpadu
Pada aspek ini MaTA menilai, proses pelimpahan kewenangan BPKS dari pemerintah khususnya penerbitan NSPK (Norma Standar Prosedur Dan Kriteria) maupun aturan lain, serta potensi tumpang tindihnya aturan pelaksanaan investasi di kawasan Sabang belum tuntas.

Hal tersebut, kata dia, masih menjadi catatan hingga tahun 2023 (23 tahun setelah UU Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang diterbitkan).

“Pemerintah Aceh, Pemerintah Kota Sabang dan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar belum sepenuhnya menyerahkan kuasa perizinannya kepada BPKS,” ucap Alfian.

“Fungsi layanan perizinan dari Pusat Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) masing-masing rumpun pemerintahan tersebut masih berlangsung secara terpisah,” sambungnya.

Hal ini termasuk masih terdapat berbagai kementerian lembaga yang memiliki tugas fungsi penerbitan izin juga masih menyelenggarakan aspek perizinannya di kawasan Sabang.

Oleh sebab itu, menurut Alfian, penting adanya harmonisasi dan sinkronisasi bidang perizinan dan non perizinan di kawasan sabang dengan melibatkan pemerintah pusat.

Aspek Kelembagaan Dewan Kawasan Sabang
DKS terdiri dan beranggotakan Gubernur Aceh, Wali Kota Sabang dan Bupati Aceh Besar yang kepemimpinan dan periodesasinya ditetapkan oleh Presiden, dengan tugas dan wewenang sesuai undang-undang.

Dari penelusuran, ditemukan dua Keputusan Presiden (Keppres) yaitu Keppres Nomor 284/M Tahun 2000 tentang Pengangkatan DKS yang

ditetapkan pada 21 September 2000 dan Keppres Nomor 2/M Tahun 2001 tentang Pengangkatan Abdullah Puteh sebagai Ketua DKS yang ditetapkan pada 4 Januari 2001.

Selain dua Keppres tersebut, belum ditemukan dokumen legalitas lainnya terkait penetapan DKS termasuk penetapan Pj Gubernur Aceh saat ini, Achmad Marzuki sebagai Ketua DKS.

Di masa lalu, administrasi DKS dilaksanakan oleh Sekretariat DKS yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor: 193/280/2003 tentang Pembentukan Sekretariat DKS.

“Namun saat ini melalui Keputusan Gubernur Aceh selaku Ketua DKS Nomor 515/500/2018 tentang Pembentukan Sekretariat Dewan Kawasan Sabang, terjadi perubahan nomenklatur,” kata Alfian.

“Karena itu perlu adanya penguatan terhadap kelembagaan DKS dan Sekretariat, khususnya dalam pelibatan organisasi pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” jelasnya.

Aspek Kelembagaan BPKS
Secara kelembagaan, BPKS termasuk kedalam rumpun Lembaga Pemerintah Nonstruktural (LNS) sebagaimana Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2011 tentang Status Kelembagaan BPKS.

Selain itu, BPKS juga dikelompokkan sebagai Badan Layanan Umum (BLU) pengelola kawasan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan pada BPKS.

Pola tata kelola BPKS saat ini, bebernya, mengacu kepada Peraturan Gubernur Aceh selaku Ketua DKS Nomor 17 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPKS yang dijabarkan lebih lanjut melalui Keputusan Gubernur Aceh selaku Ketua DKS Nomor 515/19/2016 tentang Penetapan Pola Tata Kelola BPKS.

“Jadi perlu adanya penyesuaian ruang lingkup organisasi, khususnya penyesuaian dengan rencana strategis Pemerintah Aceh maupun pemerintah pusat terkait kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas,” ungkapnya.

Aspek Perencanaan Strategis
Selanjutnya pada aspek ini, hingga kini rencana induk pengembangan kawasan Sabang mengacu kepada Peraturan Gubernur Aceh selaku Ketua DKS Nomor 59 Tahun 2014 tentang Review Masterplan Kawasan Sabang Tahun 2007-2021 dan Rencana Strategis Ekonomi dan Bisnis BPKS Tahun 2012-2016.

Dokumen tersebut, lanjut Alfian, disusun pada tahun 2007 dan secara periode telah berakhir pada 2021 yang lalu.

“Karena itu perlu adanya penyesuaian arah pengembangan kawasan, khususnya penyesuaian dengan rencana strategis Pemerintah Aceh maupun pemerintah pusat terkait kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas,” jelasnya.

Aspek Pengadaan Barang dan Jasa di BPKS
Pada sektor pengadaan barang dan jasa, MaTA juga menemukan potensi adanya perusahaan cangkang yang dikendalikan pihak orang dalam ULP.

Sehingga, sambung Alfian lagi, paket pekerjaan dikerjakan sendiri dengan menyamarkan kepemilikan perusahaan bisnis yang sebenarnya.

“Modus atau gaya ini sudah sepatutnya aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan sehingga ada kepastian penegakan hukum,” tutup Alfian.

Artikel ini telah tayang di www.beritakini.co

Berita Terbaru

MaTA : Mempertanyakan Komitmen Review dan Probity Audit Oleh Inspektorat Aceh Dengan KPK

Siaran Pers - Masyarakat Transparansi Aceh mempertanyakan komitmen Review dan Probity Audit Oleh Inspektorat Aceh dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Koordinator MaTA menyampaikan, Berdasarkan analisis...

Catatan Kritis Atas Tindak Pidana Korupsi BRA

Siaran Pers - Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk mengusut tuntas aliran dana dugaan korupsi di Badan Reintegrasi...

Mengulik Korupsi Lewat Kolaborasi

Kegiatan MaTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menggelar diskusi publik untuk penguatan Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Aceh dalam meliput...

MaTA Mengajak Multistakeholder Kampus Untuk Mewujudkan Tata Kelola Tambang Yang Ramah Lingkungan

MaTA - MaTA bekerjasama dengan PATTIRO dengan dukungan FORD Foundation dan persetujuan dari Bagian Perencanaan Setditjen Bina Bangda, untuk bekerjasama dengan Subdit Sosial dan...