Namun demikian, Alfian menyambut baik bahwa RAPBA 2024 dibahas bersama Banggar DPRA dan TAPA.
Kebijakan Publik |Koordinator LSM Masyarakat Transparansi Aceh atau MaTA Alfian menanggapi kisruh pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh atau RAPBA 2024 hingga diselesaikan di Kemendagri.
Menurutnya, penyelesaian RAPBA di Kemendagri bukanlah hal baru bagi Aceh. “Pengalaman sebelumnya, sudah 8 kali polemik APBA selesai di lantai 8 Kemendagri. Ini jadi 9 kali,” ungkap Alfian saat dikonfirmasi Serambinews.com, Jumat (8/12/2023).
Namun demikian, Alfian menyambut baik bahwa RAPBA 2024 dibahas bersama Banggar DPRA dan TAPA. Tapi, Alfian mengingatkan agar pembahasan harus dilakukan secara ideal meskipun waktu singkat. “Pembahasan APBA bisa lahir secara ideal artinya pembahasan kedua pihak menjadi lebih penting. Harmonisasi menjadi kunci. Bagaimana membagun Aceh kalau eksekutif dan legislatif selalu ribut,” ujarnya.
Begitu juga dengan pembagian dana otsus dengan skema 60:40 persen, harus tetap dipertahankan. Hal ini mengingat belanja fiskal daerah mengalami penurunan yang serius dan berdampak buruk terhadap pembangunan dan layanan publik.
Baca Juga : MaTA Kritik Pimpinan Parpol di Aceh Diam Saat Pembahasan R-APBA 2024 Mandek
“Kalau untuk pokir, otsus nggak punya dasar. Makanya kita pernah minta ketegasan sama Kemendagri di tahun 2017 dasarnya apa? Pokok-pokok pikiran bukan berarti menguasai dan mengelola anggaran. Karena DPR memiliki 3 fungsi, yaitu penganggaran, pengawasan dan legislasi,” kata dia.
Alfian berharap komitmen eksekutif dan legislatif atas anggaran Aceh untuk menyejahterakan rakyat, bukan untuk kolega, keluarga maupun pribadi.
Baca Juga : Aktivis Antikorupsi Aceh Minta Firli Ditahan-Diberhentikan: Biar Tak Manuver
Dalam kesempatan itu, Alfian juga meminta Banggar DPRA agar serius memverifikasi atas alokasi anggaran dari TAPA. Kalau memang tidak sesuai maka wajib dipangkas.
“Jangan ketika anggaran pokir udah mencukupi, maka anggaran lain sering diabaikan,padahal pemborosan anggaran. Mewahnya fasilitas yang dinikmati (pejabat) selama ini tidak sebanding ouput yang diberikan kepada rakyat Aceh,” ungkap dia.
Alfian juga menyentil anggaran Tunjangan Prestasi Kerja (TPK) yang sejak 2023 dana otsus satu persen tidak pernah turun. Seharusnya wajib disesuikan. Kemudian TPK ini juga perlu dicek atas kebutuhan kinerja eksekutif.
“Karena ini kan TPK hanya di beberapa dinas saja. Maka perlu dipastikan urgensinya. Jangan hanya memanfaatkan anggaran Aceh untuk kepentingan pribadi mareka, sementara kinerja saban tahun tidak memberikan kepatian atas kesejahteraan rakyat.” demikian Alfian. (*)
Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com https://aceh.tribunnews.com/2023/12/09/mata-sebut-penyelesaian-rapba-di-kemendagri-bukan-hal-baru-ini-yang-kesembilan-kali.