MaTA Kritik Pimpinan Parpol di Aceh Diam Saat Pembahasan R-APBA 2024 Mandek

0
280
Koordinator MaTA

“Tarik menarik konflik pembahasan RAPBA sejak Aceh mendapatkan otsus, itu sudah delapan kali terjadi, dimana pengesahannya berakhir di gedung Kemendagri,” kata Alfian dalam Diskusi Pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2024 Menggantung yang digelar oleh Aceh Resource & Development (ARD), Selasa (28/11/2023).

Kebijakan Publik |Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTa), Alfian mengatakan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) yang tak kunjung berhasil berimbas pada isu-isu lain yang terbengkalai di Aceh.

Menurut Alfian permasalahan yang ada bukan hanya tentang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh memanggil gubernur tiga kali dan tidak hadir, namun konsekuensinya adalah R-APBA terus menerus tidak dibahas.

“Tarik menarik konflik pembahasan RAPBA sejak Aceh mendapatkan otsus, itu sudah delapan kali terjadi, dimana pengesahannya berakhir di gedung Kemendagri,” kata Alfian dalam Diskusi Pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2024 Menggantung yang digelar oleh Aceh Resource & Development (ARD), Selasa (28/11/2023).

Sehingga potensi penyelesaian di sana juga besar kali ini untuk APBA 2024. Menurutnya publik sudah sangat gerah, masyarakat melihat adanya perebutan anggaran yakni soal uang, bukan lagi soal kepentingan rakyat.

Baca Juga : MaTA Sebut Kedatangan Ketua KPK Firli Bahuri Ke Aceh Hanya Mengulur Waktu Pemeriksaan Polisi

“Kalau ada yang bilang ini kepentingan rakyat, ini bohong,” ujar Alfian. Ia menjelaskan dana Otsus Aceh sejak 2008 hingga 2027. Kini Otsus Aceh 1 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional dan satu persen itu setara Rp 3.9 triliun.

Baca Juga : Anwar Usman Harus Mengundurkan Diri, Alfian : Kepercayaan Publik hingga Singgung Tahu Diri

Pada tahun 2024, Aceh hanya mendapat Rp 3.4 triliun, padahal satu sisi DAU nasional naik, maka harusnya otsus Aceh di atas Rp 3.9 triliun. “Harusnya DPR Aceh bertanya ke Pemerintah Pusat perihal DAU naik, tapi otsus kenapa malah turun,” ujarnya.

Menurutnya Qanun APBA ini satu-satunya qanun yang sudah direvisi sebanyak empat kali. “Hingga sekarang kita masih mencari format dalam pelaksanaan otsus. Makanya soal kemiskinan dan stunting idak tersentuh. Rumah dhuafa tidak diketahui kapan selesai pembangunannya,” jelasnya.

Ia mengkritik pimpinan partai di Aceh yang hanya diam, seakan mereka menikmati dinamika ini. Padahal pimpinan parpol di DPRA mempunyai kewenangan menegur kadernya di DPRA. Ia menuturkan bulan April tahun 2023, ada pertemuan anggota TAPA dan Banggar DPRA, salah satu poin yang disepakati tentang perubahan pembagian otsus.

Hal ini sesuai Qanun yakni 60 persen provinsi dan 40 kabupaten atau kota. Pada bulan April, dituangkan dalam berita acara, ada upaya untuk menarik 80 anggaran Otsus untuk dikelola provinsi, dan 20 persen dikelola kabupaten atau kota.

“Jika upaya ini terealisasi 80 persen ke provinsi, kami tidak sepakat, karena yang punya wilayah adalah kabupaten atau kota bukan provinsi,” jelasnya.

Ia menambahkan kondisi fiskal kabupaten atau kota saat ini sangat menyedihkan. Misal kewajiban hibah dana untuk KIP kabupaten atau kota.

Padahal itu berat dan membebani bahkan beberapa wilayah berencana ambil dana baitul mal. Kasus keributan pengesahan anggaran ini tidak terjadi di Aceh saja, sehingga ada aturan Mendagri mengenai deadline pengesahan 30 November, Jika tidak selesai maka akan pergub (Peraturan Gubernur).

“Jika APBA di pergub maka tidak ada harmonisasi antara DPRA dan eksekutif,” ujarnya. Ia menegaskan kalau DPRA mau serius bahwa anggaran ini untuk rakyat, maka harus dibahas dengan TAPA. Tidak usah memaksa menghadirkan Gubernur Aceh Selain itu, harus ada format baku pelaksanaan otsus ke depan.

Jika nantinya 2027 otsus habis, maka tidak tahu apakah diperpanjang atau tidak. Menurutnya jangan seperti Papua, otsus dikendalikan oleh pusat di bawah kantor wakil presiden, dan kemudian Papua dipecah menjadi tiga provinsi lagi.

“Akar masalah sampai 8 kali konflik pengesahan anggaran ini, proses konflik ini akan terus berlangsung, termasuk saat kepala daerah baru nantinya,” jelasnya.

“Solusinya kewenangan DPRA mengelola pokok-pokok pikiran (pokir) harus dipangkas. Negara harus melakukan evaluasi dalam hal ini,” pungkasnya.

Salinan ini telah tayang di https://www.bithe.co/news/mata-kritik-pimpinan-parpol-di-aceh-diam-saat-pembahasan-r-apba-2024-mandek/index.html.