MaTA – Meski sempat mendapat apresiasi dari sejumlah kalangan karena APBA 2019 bisa disahkan pada akhir 2018 namun sukacita itu berangsur redup karena APBA senilai Rp 17,016 triliun tersebut masih mencerminkan pemborosan uang rakyat.
“Salah satu indikasinya adalah belanja perjalanan dinas yang diusulkan pada 2019 mencapai Rp 448,6 miliar atau hampir setengah triliun,” ungkap Koordinator LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian kepada Serambi, Rabu (2/1) di Banda Aceh.
Menurut Alfian, dari hampir setengah triliun dana perjalanan dinas tersebut, sebesar Rp 267,8 miliar dialokasikan untuk perjalanan dinas dalam daerah. Sedangkan untuk luar daerah Rp 159,3 miliar dan luar negeri Rp 21,4 miliar. Anggaran perjalanan dinas itu termasuk untuk perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPRA.
Khusus untuk perjalanan dinas kegiatan kunjungan kerja pimpinan dan anggota DPRA di dalam daerah dialokasikan Rp 5 miliar, luar daerah Rp 8 miliar, dan luar negeri Rp 3,8 miliar.
Dari sejumlah pos anggaran perjalanan dinas dalam daerah, menurut Alfian, ada beberapa pos anggaran tidak masuk akal karena nilainya terlalu besar.
Misalnya, belanja perjalanan dinas untuk kegiatan revitalisasi sistem kesehatan mencapai Rp 3,3 miliar, kegiatan pengembangan rumah sehat Rp 3,6 miliar, kegiatan pembangunan sarana dan prasana gedung Rp 4,7 miliar, kegiatan pembangunan pemukiman transmigrasi Rp 3,7 miliar.
Kegiatan pengembangan sarana dan prasarana budi daya ikan air payau Rp 2,098 miliar, kegiatan pembangunan jalan dan jembatan kawasan permukiman Rp 2,9 miliar, kegiatan peningkatan tata kelola pengelolaan SDA terpadu Rp 2,9 miliar, kegiatan pembahasan rancangan peraturan daerah Rp 3,098 miliar.
Berikutnya, untuk kegiatan pelatihan pendidik dan tenaga pendidikan untuk memenuhi standar kompetensi SMA dan PKLK Rp 2,1 miliar, kegiatan pembangunan dan pengembangan prasarana dayah Rp 3,7 miliar.
Selain itu, lanjut Alfian, ada yang dua kali dialokasikan, yaitu kegiatan konsultasi dan kerja sama dalam dan luar negeri. Pada pos perjalanan dalam daerah dialokasikan Rp 6,3 miliar dan pada pos perjalanan luar daerah Rp 4,59 miliar.
Untuk perjalanan dinas luar daerah, yang terlihat besar alokasinya, sebut Alfian adalah untuk kegiatan pembahasan rancangan qanun mencapai Rp 10,7 miliar, kegiatan konsultasi dan kerja sama dalam dan luar negeri Rp 4,5 miliar, untuk kegiatan rapat-rapat paripurna Rp 5,4 miliar.
Untuk perjalanan luar negeri yang agak besar, lanjut Koordinator MaTA, antara lain promosi pariwisata nusantara Rp 2,3 miliar, peningkatan kerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri Rp 1,053 miliar, kerja sama investasi dan pengembangan potensi unggulan daerah Rp 1 miliar, kegiatan peningkatan pelayanan keagamaan Rp 2,3 miliar, dan pembahasan rancangan qanun Rp 1,9 miliar.
“Yang juga memunculkan pertanyaan adalah di dalam pos perjalanan dinas luar negeri ada kegiatan peningkatan pelayanan administrasi perkantoran dialokasikan dana Rp 1,89 miliar,” ungkap Alfian.
Alfian mengatakan, pemborosan penggunaan anggaran daerah sering terjadi karena mental birokrasi yang merasa tidak pernah cukup, tidak memiliki prinsip ekonomis, efisien, efektif dan berbasis kerja.
Kalau perilaku birokrasi tidak mau berubah, kata Alfian, program pengurangan kemiskinan dan penangguran hanya menjadi jargon belaka. “Kalau masih tetap begini, maka delapan program prioritas dan 15 program unggulan Aceh Hebat hanya retorika dan janji belaka oleh kepala daerah,” demikian Alfian.(her)
Artikel ini telah tayang di http://aceh.tribunnews.com/2019/01/03/apba-2019-boros.