[Siaran Pers] PSI Belum Memberikan Dampak Signifikan bagi Perbaikan Layanan Informasi pada Badan Publik di Aceh

MaTA – Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) di Komisi Informasi Aceh (KIA) belum memberikan dampak signifikan bagi perbaikan layanan Informasi pada Badan Publik di Aceh. Demikian kesimpulan yang disampaikan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) dalam seminar hasil survey tingkat kepuasan dan dampak dalam penyelesaian sengketa informasi publik di Aceh.

Kegiatan yang diselenggarakan di aula Hotel Kryad pada 22 Januari 2019 menghadirkan sejumlah unsur dari Pemerintah Daerah, Komisioner KIA, Organisasi Masyarakat Sipil dan juga beberapa jurnalis di Banda Aceh.

Survey tingkat kepuasan dan dampak dalam penyelesaian sengketa informasi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan MaTA dalam menilai kepatuhan badan publik di Aceh dalam mengimplementasikan undang-undang keterbukaan informasi publik. Penelitian terkait implementasi Undang-undang ketebukaan informasi di Aceh telah dilakukan MaTA sejak Oktober 2018 silam.

Hasil survey ini mengambil sampel penelitian berdasarkan data Penyelesaian Sengketa Informasi di KIA. Berdasarkan data, penyelesaian sengketa informasi di KIA sejak 2013 hingga Agustus 2018 tercatat sebanyak 238 sengketa Informasi. Pada survey kepuasan pemohon dan termohon Tim Peneliti mengambil sampel pada 70 pemohon dan 40 termohon.

Sedangkan untuk memotret dampak penyelesaian PSI, tim peneliti mengambil sampel khusus. Sampel Survey dampak PSI ditetapkan mewakili unsur SKPA yang fokus pada sektor terkait dengan Pengelolaan Sumber Daya Alam serta pada 3 Partai Politik.

SKPA yang menjadi sampel tersebut yaitu Bappeda, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Energi Sumber Daya Mineral, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu. Sedangkan partai politik yang menjadi sampel yaitu: Partai Demokrat, Partai Golkar dan Partai Aceh.

Hasil penelitian yang dilakukan MaTA menunjukkan dari delapan variable yang dinilai (Persyaratan, Sistem mekanisme dan prosedur, Waktu pelayanan, Produk spesifikasi jenis pelayanan, Kompetensi pelaksana, Perilaku pelaksana, Pengelolaan saran/ keluhan dan pengaduan, dan Sarana dan prasarana), nilai rata-rata Kepuasan Pemohon dan Termohon masuk kategori BAIK, tetapi lebih dekat pada angka KURANG BAIK. Dari delapan varibel yang dinilai, enam variabel bernilai baik dan dua variabel berada di bawah rata-rata atau kategori kurang baik.

Variabel dengan nilai paling tinggi adalah Variabel (6) Perilaku Pelaksana dengan nilai 3.28. Dua variabel yang bernilai kurang baik adalah Variabel (7) Pengelolaan Saran, Keluhan dan Pengaduan dengan nilai 2.37 Variabel (8) Sarana dan Prasarana juga dengan nilai 2.68.

Rendahnya Variabel (7) berkaitan dengan dengan kurangnya sosialisasi terkait pengelolaan saran, keluhan dan pengaduan yang didapat responden saat berlangsungnya PSI. Sementara Variabel (8) berkaitan dengan sarana dan prasarana yang belum maksimal di tempat digelarnya PSI.

Survey kepuasan ini juga memotret lebih dalam mengenai kepuasan pemohon perempuan dan laki-laki. Hasil survey menunjukkan bahwa kepuasan Pemohon perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Pemohon perempuan memberikan nilai 2.92 (kurang baik), pemohon laki-laki memberikan nilai 3.15 (baik) dalam survey kepuasan pemohon dalam penyelesaian sengketa informasi oleh KIA.

Khusus untuk sektor Sumber Daya Alam (SDA), Kepuasan Pemohon pada sektor SDA rata-rata adalah 2.98 (kurang baik). Sedangkan penelitian terhadap dampak penyelesaian sengketa informasi peneliti mengambil sampel dari unsur SKPA yang berfokus pada sektor pengelolaan Sumber Daya Alam dengan mengambil 5 sampel SKPA dan 3 partai politik.

Meskipun tidak cukup signifikan, sengketa informasi melalui PSI di KIA telah memberikan dampak bagi Badan Publik untuk membenahi pelayanan Informasi Publik. Beberapa dampak perubahan yang terpotret dari kajian yaitu mengenai Badan Publik mulai “terpacu” untuk lebih memahami UU Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan terkait lainnya.

Selain itu, Badan Publik mulai lebih terbuka dalam melayani permintaan informasi meskipun juga masih melihat “siapa yang meminta informasi”. Temuan lainnya yaitu mengenai beberapa badan publik mulai ada inisiatif melakukan inovasi untuk memberikan informasi kepada masyarakat dengan memaksimalkan website lembaga dan menggunakan media sosial.

Dari hasil kajian tersebut, MaTA memberikan beberapa catatan pembenahan yang harus dilakukan oleh para pihak pemangku kepentingan:

Komisi Informasi Aceh (KIA)

  1. Segera melakukan evaluasi internal yang melibatkan Komisioner dan Sekretariat KIA  terhadap proses PSI yang sudah dan sedang berjalan dengan menjadikan hasil penelitian ini sebagai “refleksi”.
  2. Membenahi berbagai kekurangan sesuai hasil penelitian, seperti membenahi fasilitas sarana dan prasarana yang ramah perempuan anak dan disabilitas.
  3. Memaksimalkan koordinasi dan kerjasama lintas sektor sehingga dapat memperluas sosialisasi terkait dengan UU KIP, terutama terkait dengan PSI.
  4. Melakukan survey secara mandiri terkait dengan PSI di KIA, yang bisa diadopsi dari penelitian ini sehingga setiap tahun dapat diketahui “Bagaimana KIA” dalam pandangan Pemohon dan Termohon

Pemerintah Aceh dan PPID Utama

  1. Rancangan Qanun Keterbukaan Informasi Publik perlu disahkan secepatkan; dengan menjamin semua warga termasuk perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan mendapatkan perlakuan yang sama dalam memperoleh Informasi Publik.
  2. Melakukan evaluasi “lebih dalam” terhadap Badan Publik SKPA. Perlu dibangun reward dan punisment yang lebih progressif sehingga KIP dapat lebih optimal.
  3. Memaksimalkan alokasi dana kepada KIA maupun PPID Badan Publik dalam kerja-kerja pelayanan dan keterbukaan informasi publik.
  4. Mengakomodasi beberapa temuan dan masukan terkait kendala di Badan Publik dalam menjalankan pelayanan keterbukaan informasi publik.

Badan Publik SKPA dan Partai Politik

  1. Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan SDM di lingkungan Badan Publik dalam memahami keterbukaan informasi publik.
  2. Membenahi sarana dan prasarana PPID Badan Publik, demi memudahkan akses informasi oleh masyarakat termasuk ramah perempuan dan penyandang disabilitas.
  3. Memaksimalkan penggunaan media internal (website lembaga) dan media sosial.

Banda Aceh, 23 Januari 2019

Badan Pekerja
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)

dto

HAFIDH
Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik

Berita Terbaru

MaTA : Mempertanyakan Komitmen Review dan Probity Audit Oleh Inspektorat Aceh Dengan KPK

Siaran Pers - Masyarakat Transparansi Aceh mempertanyakan komitmen Review dan Probity Audit Oleh Inspektorat Aceh dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Koordinator MaTA menyampaikan, Berdasarkan analisis...

Catatan Kritis Atas Tindak Pidana Korupsi BRA

Siaran Pers - Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk mengusut tuntas aliran dana dugaan korupsi di Badan Reintegrasi...

Mengulik Korupsi Lewat Kolaborasi

Kegiatan MaTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menggelar diskusi publik untuk penguatan Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Aceh dalam meliput...

MaTA Mengajak Multistakeholder Kampus Untuk Mewujudkan Tata Kelola Tambang Yang Ramah Lingkungan

MaTA - MaTA bekerjasama dengan PATTIRO dengan dukungan FORD Foundation dan persetujuan dari Bagian Perencanaan Setditjen Bina Bangda, untuk bekerjasama dengan Subdit Sosial dan...