MaTA – Perusahaan pemenang pengadaan obat-obatan untuk satu jenis obat harus lebih dari satu perusahaan, minimal dua atau tiga perusahaan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kekosongan obat yang selama ini kerap terjadi dibeberapa Fasilitas Kesehatan (Faskes). Demikianlah salah satu point yang berkembang dalam diskusi akuntabilitas yang diselenggarakan oleh Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) di hotel Oasis Banda Aceh, Kamis (08/11/2018).
Diskusi yang mengangkat tema “Perbaikan Tata Kelola Obat Era Jaminan Kesehatan Nasional di Aceh” dihadiri oleh stakeholder dari kalangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Zainal Abidin, RSUD Meuraxa, Rumah Sakit Ibu dan Anak, Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Kesehatan Banda Aceh, BPJS Kesehatan Banda Aceh. Selain itu, hadir juga dari Puskesmas Jeulingke, Puskesmas Meuraxa, Puskesmas Banda Raya dan juga Ombudsman RI Perwakilan Aceh.
Dalam pembukaannya MaTA menyampaikan, kegiatan hari ini merupakan rangkaian dari beberapa kegiatan yang dilakukan oleh MaTA untuk mendorong perbaikan tata kelola obat di Banda Aceh. Selama ini, beberapa faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan mengalami kekosongan obat yang mengakibatkan pelayanan kesehatan untuk pasien peserta BPJS Kesehatan kurang optimal. Sehingga MaTA mengambil inisiatif untuk ikut ambil bagian mendorong perbaikannya.
Menurut MaTA, salah satu penyebab kekosongan obat di faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan adalah tidak sanggupnya penyedia atau perusahaan yang telah memenangi pengadaan obat untuk memenuhi permintaan obat-obatan dari faskes. Selama ini, faskes membeli obat melalui e-katalog dengan sistem e-purchasing pada perusahaan pemenang, tapi terkadang perusahaan ini tidak sanggup menyediakan permintaan dari faskes-faskes.
Menanggapi hal ini, Kabid SDK Dinas Kesehatan Aceh, dr. Abdul Fattah menyampaikan, idealnya perusahaan pemenang pengadaan obat-obatan itu lebih dari satu, minimal dua atau tiga perusahaan. Sehingga jika perusahaan pemenang yang satu tidak sanggup memenuhi permintaan dari faskes, faskes bisa membeli pada perusahaan pemenang lain. Kalau hal ini dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan, kekosongan obat di beberapa faskes dapat diminimalisir.
Selain itu, menurut Staf Dinas Kesehatan Banda Aceh, Reza Faisal, Surat Edaran dari LKPP nomor 03 Tahun 2015 memboleh pengadaan dilakukan diluar e-purchasing dengan ketentuan salah satunya adalah penyedia tidak dapat menyediakan barang/jasa sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Tapi kemudian, penyedia baru menyatakan tidak sanggup menyediakan diakhir-akhir tahun berjalan, padahal faskes telah mengajukan pembelian pada Januari – Februari tahun berjalan.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator MaTA, Alfian, menyampaikan, idealnya, ketidak-sanggupan penyedia harus diberitahukan maksimal pada pertengahan tahun berjalan. Sehingga faskes bisa mencari solusi lain membeli obat untuk kebutuhan-kebutuhan obat di faskes. MaTA sendiri akan konsisten mengawal perbaikan tata kelola obat di Aceh, sehingga pasien-pasien peserta BPJS Kesehatan di Aceh tidak lagi membeli obat-obat diluar instalasi farmasi faskes-faskes bekerjasama BPJS Kesehatan.
Diakhir kegiatan, MaTA juga menyerahkan hasil pemantauan tata kelola obat yang telah dilakukan kepada perwakilan BPJS Kesehatan, dr. Cut Novarita dan juga kepada perwakilan Ombudsman RI perwakilan Aceh, Syandi RS.
Banda Aceh, 08 November 2018
Badan Pekerja
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)
dto
BAIHAQI
Koordinator Bidang Hukum dan Politik