MaTA. Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai, kasus dana otonomi khusus (Otsus) merupakan akumulasi dari kasus-kasus koruspi. Hal itu terutama terjadi di tingkat elit dan menjadi rebutan.
“Dengan terungkapnya kasus DOKA (Dana Otonomi Khusus Aceh) yang ditangani KPK (Komisi Pemberantasan Koruspi), saat ini menjadi sangat penting bagi Aceh untuk mendukung KPK ‘menyucikan’ Aceh dari para koruptor yang sudah merajalela dan berlangsung sangat lama,” tegas Koordinator MaTA, Alfian saat menjadi narasumber Program Radio Serambi FM bertajuk `Banyak nama elit dalam sidang korupsi, ada apa?’, Rabu (13/2).
Program tersebut juga menghadirkan narasumber internal Redaktur Opini yang juga Kepala Litbang Harian Serambi Indonesia, Asnawi Kumar dengan dipandu Host Radio Serambi FM, Kamil Ahmad.
Alfian menjelaskan, semua tahu bahwa dana Otsus Aceh yang dikucurkan sejak 2008 sampai sekarang belum menjawab permasalahan penting di Aceh. Sebut saja soal kemiskinan, pembangunan, akses anggaran terhadap publik, dan soal tata kelola.
Alfian menegaskan, penindakan KPK merupakan bagian dari akumulasi kasus korupsi yang sangat banyak. Ada sebagian yang sudah ditemukan berdasarkan data-data dan ada sebagian yang luput dari perhatian publik, dalam konteks kasus korupsi di lingkungan elit.
Dari awal, pihaknya sudah beberapa kali memberikan peringatan kepada pemerintah daerah dan juga mempublikasi analisa anggaran. Bahwa Otsus menjadi instrumen penting dalam kontesk kesejahteraan masyarakat Aceh. Artinya kalau salah kelola, maka akan membawa dampak buruk bagi masa depan Aceh.
Alfian menjabarkan, kalau dilihat, Otsus selama ini bisa diakses dalam konteks barang dan usaha. Dalam konteks pengadaan barang dan jasa di Aceh, saat ini sistemnya sangat lemah dan masih berlaku commitment fee serta ‘proyek jemputan’, yang tidak ada dalam tata kelola nomenklatur pemerintah.
“Saya pikir ini sebuah jawaban penting, bagaimana KPK mengungkap kasus korupsi. Apalagi yang sudah menjadi fakta persidangan untuk diungkapkan secara utuh,” tegas Alfian.
Ia menjelaskan, ada hal menarik dari kerja KPK 2019. Di mana sebelumnya KPK lebih fokus pada operasi tangkap tangan, sekarang mereka juga melakukan metode pengembangan kasus, di luar konteks operasi tangkap tangan. Dijelaskan Alfian, ini sudah dilakukan sejak awal 2019 dan sukses menjerat kepla derah di tempat lain. Ia berharap, pola serupa juga ditetapkan di Aceh. Hal ini mengingat banyaknya kasus korupsi yang tidak terungkap.
“Kalau kita lihat pola kepemimpinan KPK saat ini, fakta-fakta persidangan dari studi kasus akan dikejar semua. Artinya pola ini sangat penting dilakukan saat ini, terutama kasus yang ditangani KPK penyelenggara negara, yaitu politisi yang levelnya memiliki kekuasaan dan uang besar. Artinya mereka terbiasa melakukan perlawanan dalam ketika berurusan dengan KPK,” jelasnya.
Alfian menambahkan, terkait degan kasus DOKA yang terungkap di pengadilan baru-baru ini, sangat menarik dan pihaknya sendiri mendorong pengadilan Tipikor agar fakta yang terungkap di persidangan ditelusuri oleh KPK.
“Kalau dari studi kasus yang kami pelajari. Inikan baru eposide pertama, ketika episode pertama selesai atau sudah inkrah, kebiasaan itu penyelidik akan berkembang. Terutama fakta-fakta persidangan yang sudah diungkapkan akan dilakukan pengembangan. Bisa jadi episodenya akan panjang,” demikian Alfian.
Artikel ini telah tayang di serambinews.com
http://aceh.tribunnews.com/2019/02/14/kasus-doka-mata-minta-masyarakat-dukung-kpk.