KEBIJAKAN – Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian memperkirakan penyerapan anggaran tahun 2021 yang sangat rendah akan menyebabkan SiLPA APBA TA 2021 ini paling tinggi, itu terlihat dari pembatalan 52 paket Proyek pembangunan Aceh.
Alfian menyebut, penyebab utama dari itu semua karena eksekutif tarik menarik kepentingan di sektor Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ), sehingga waktu untuk pengerjaan proyek tidak mencukupi lagi.
“Akibat tarik menarik kepentingan, waktu berjalan memasuki bulan Oktober, tidak mungkin lagi untuk dilaksanakan proyek-proyek APBA,” kata Alfian kepada nukilan.id di Banda Aceh, Jumat (29/10/2021) kemarin.
Baca Juga : MaTA Minta Pemerintah Aceh Buka Penggunaan Dana Refocusing Covid-19 Senilai Rp 2,3 Triliun
Padahal–katanya–APBA tahun 2020 Aceh SiLPA Rp 3,9 triliun karena banyak pembatalan pembangunan di Aceh, dan tahun 2021 bisa mencapai 5 triliun lebih.
“Kalau kurang dari Rp 5 triliun tidak mungkin,” kata Alfian.
Menurut Alfian, persolaan tarik menarik kepentingan ini yang sangat besar, bahkan klim mengklim juga bisa terjadi antara Eksekutif dan Legislatif yang ingin “mengatur” sektor Pengadaan Barang dan Jasa.
Secara waktu–kata Alfian–evaluasi dari Sekretaris Daerah selaku ketua Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA), juga tidak mungkin lagi.
“Seharusnya dimulai dari target realisasi anggaran, dan bisa dilihat dari tabel yang di keluarkan oleh Pemerintah Aceh tiap bulannya,” ujarnya.
Dijelaskan, seharusnya dari awal dievaluasi, jika ada salah satu SKPA yang tidak sesuai realisasi anggaran, ada konsekuensinya. Sekda maupun Gubernur harus mengatur sedemikian rupa, dan ada sanksi yang diberikan jika tidak mencapai target kinerja.
“Kenapa tidak diberikan sangksi? bisa jadi atasan-atasan dari SKPA itu sendiri juga terlibat dalam pertarungan paket pekerjaan,” jelasnya
Unit Layanan Pengadaan (ULP) sepenuhnya berada dibawah Kepala Daerah dan di SK kan, kalau kepala daerah main dengan paket-paket tersebut, potensi intervensi terhadap kepala ULP sangat besar.
Untuk itu–lanjut Alfian–kita berharap tahun 2022, Pemerintah Aceh harus punya sistem atau mekanisme ketat dan konkrit, sehinga tidak terjadi kegagalan seperti ini yang secara tidak langsung berimplikasi pada pemenuhan hak-hak masyarakat. Apalagi Pemabngunan Aceh sangat bergantung dari sumber yang ada di Provinsi.
“DPR Aceh juga jangan tidur, harus terus mengawasi, dan bisa minta semacam kalender target realisasi pembangunan Aceh, bisa per bulan, agar bisa mereka kritisi atau memanggil SKPA,” kata Alfian.
Baca Juga : Anggaran Program Jaminan Kesehatan Aceh Membengkak Jadi Rp 1,047 Triliun
Alfian menyebut pembangunan dermaga, jalan, jembatan dan gedung, dengan kondisi geografis di Aceh bulan Oktober sampai Desember, sudah memasuki musim hujan, serta secara material juga terkendala. Jadi tidak mungkin dilaksanakan lagi.
“Seharusnya penerima manfaat tahun 2021 sudah bisa menikmati, ternyata tidak bisa, karena pembangunan gagal dilaksanakan,” demikian Alfian. []