[Siaran Pers] Pemerintah Aceh Tidak Responsif dalam Penanganan Covid-19

Angka positif covid-19 di Aceh terus meningkat. Sementara, tingkat keterbukaan informasi program dan alokasi anggaran penanganan dampak covid-19 di provinsi Aceh semakin rendah. Didesak oleh berbagai pihak bahkan oleh DPRA untuk transparan, Pemerintah Aceh hingga kini belum mempublikasikan alokasi anggaran dan bentuk program penanganan dampak covid-19 secara terperinci kepada publik.

Tentu, hal ini tidak hanya berdampak pada relasi eksekutif dan legeslatif, lebih jauh kondisi ini berdampak pada kepercayaan publik kepada pemerintah Aceh dalam penanganan dampak covid-19.

Dari informasi yang kami peroleh per Juli 2020, alokasi anggaran untuk penanganan dampak covid-19 seluruh Aceh (pemerintah Kabupaten/ kota dan pemerintah provinsi) sebesar Rp. 3,2 trilyun. Provinsi Aceh sendiri mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 2,5 trilyun, sementara alokasi seluruh kabupaten/ kota di Aceh jika dijumlahkan sebesar Rp. 730,6 milyar.

Baca juga: MaTA: Pemerintah Aceh Cenderung Tertutup Soal Dana Covid-19

Jika merujuk pada informasi yang kami peroleh tersebut, Kabupaten/ Kota di Aceh dengan alokasi anggaran tertinggi yaitu kabupaten Pidie Jaya dengan alokasi sebesar Rp. 97,2 milyar. Selanjutnya disusul kabupaten Abdya sebesar Rp. 54,2 milyar dan Kota Lhokseumawe sebesar Rp. 51,4 milyar.

Sementara, daerah terendah mengalokasikan anggaran penanganan dampak covid-19 yaitu kabupaten Aceh Jaya yaitu sebesar Rp. 5,6 milyar. Jika melihat realisasi per juli 2020, tidak sampai setengah dari seluruh kabupaten/kota di Aceh yang serapan anggarannya diatas 50%, bahkan ada daerah yang baru terserap anggaran penanganan dampak covid sebesar 2,7%, yaitu Kabupaten Aceh Timur.

Rincian alokasi dan realisasi untuk masing-masing daerah tersebut dapat dilihat pada tabel I (Lampiran I) dibawah.

Untuk Pemerintah Provinsi Aceh sendiri, dari alokasi Rp. 2,5 trilyun baru terserap sebesar Rp. 174,7 milyar, atau hanya sebesar 6,99% dari total alokasi. Sebagaimana ketentuan, alokasi anggaran penanganan dampak covid-19 difokuskan pada 3 kelompok isu, yaitu pemulihan dampak ekonomi, penanganan bidang kesehatan dan yang terakhir untuk penyediaan jarring pengaman sosial (JPS).

Rincian alokasi per isu dan serapannya per Juli 2020 dapat dilihat pada tabel II (lampiran II).

Dari informasi tersebut diketahui bahwa alokasi anggaran penanganan dampak covid-19 di provinsi Aceh terbesar diperuntukkan bagi penyediaan Jaring Pengaman Sosial (JPS) yaitu sebesar 2,3 trilyun. Kemudian disusul isu kesehatan sebesar Rp. 134, 4 milyar dan pemulihan ekonomi sebesarRp. 19,6 milyar.

Jika melihat lebih rinci dokumen yang kami peroleh, pada isu pemulihan dampak ekonomi, pemerintah Aceh memfokuskan pada 3 kegiatan utama yaitu: pertama; kegaiatan pengadaan masker untuk 23 kabupaten/kota (penguatan modal usaha pada pelaku UMKM) sebesar 1,5 Milyar.

Kedua; kegiatan pengembangan pemanfaatan pekarangan dan pengenalan konsumsi pangan B2SA sebesar 8,1 milyar. Dan ketiga; kegiatan pengadaan ayam petelur dengan alokasi sebesar Rp 10 milyar. Dari ketiga alokasi tersebut baru direalisasikan untuk kegiatan pengadaan masker. Sementara dua kegiatan lainnya per Juli 2020 belum terealisasi sama sekali.

Melihat fakta ini, kami menilai Pemerintah tidak punya strategi dalam penanganan pemulihan dampak ekonomi serta tidak teridentifikasi secara jelas kelompok sasaran yang akan disasar untuk pemulihan dampak ekonomi di Aceh.

Pada sektor kesehatan, rincian alokasi anggaran difokuskan pada 6 kategori. Dari 6 kategori tersebut, baru terealisasi pada 3 kategori dengan angka total serapan anggarannya per Juli 2020 hanya sebesar 0,95%. Kondisi ini sangat mengecewakan, ditambah fakta-fakta banyaknya tenaga medis yang terpapar covid-19 di Aceh, bahkan telah melumpuhkan layanan kesehatan dari tingkat Rumah Sakit Umum Daerah hingga level puskesmas.

Banyaknya tenaga medis yang terpapar covid-19 di Aceh dan lumpuhnya layanan kesehatan ini dapat simpulkan akibat tidak maksimalnya penanganan sektor kesehatan ini oleh Pemerintah Aceh. Dengan realisasi tersebut, tentu saja Aceh menjadi provinsi terendah realisasi anggaran kesehatan se-Indonesia.

Rincian alokasi dan serapannya per Juli 2020 sektor kesehatan ini dapat dilihat pada tabel III (lampiran III)

Baca juga: Aceh Alokasikan Rp1,74 Triliun untuk Penanganan COVID-19

Untuk sektor Penyedian Jaring Pengaman Sosial (JPS), rincian alokasi anggaran difokuskan kepada 9 (Sembilan) program/ kegiatan dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 2,3 trilyun. Dari total anggaran tersebut, per Juli 2020 baru terealisasi sebesar Rp. 171,9 atau sebesar 7,33% dari total alokasi.

Rincian alokasi dan realisasinya per Juli 2020 untuk Penyedian Jaring Pengaman Sosial (JPS) ini dapat dilihat pada tabel IV (lampiran IV).

Dari rincian tersebut diketahui pemerintah mengalokasikan anggaran JPS untuk kebutuhan sembako, penyediaan aplikasi bahkan alokasi anggaran untuk Instansi Vertikal.

Dari rincian kegiatan tersebut pula, dapat disimpulkan bahwa pemerintah Aceh tidak responsif menjawab permasalahan dilapangan. Dilatarbelakangi berbagai masalah, bahkan bantuan sembako pemerintah Aceh sempat ditolak dibeberapa wilayah.

Fakta ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah Aceh merencakanan penanganan dampak covid-19 dengan baik. Kondisi ini diperparah oleh sikap Pemeritah Aceh yang tidak transparan dalam merencanakan dan mengalokasikan anggaran kebutuhan penanganan dampak covid-19 di Aceh.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:

  1. Mendesak Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota di Aceh untuk segera mempublikasikan rincian program dan anggaran penanganan dampak covid-19 di Aceh. Selain untuk menghindari tumpang-tindih dalam penanganan, membuka informasi ini juga untuk memberi ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan saran/pendapat dalam penyusunan program, anggaran hingga kelompok sasar dalam penangan pandemi ini. Jika hal ini tak dilakukan, jangan terus menyalahkan masyarakat yang tidak patuh/ percaya pada langkah-langkah yang dilakukan pemerintah karena pada kenyataannya Pemerintah sendiri yang tidak mau terbuka kepada masyarakat.
  2. Mendesak DPRA/DPRK -dengan segala kewenangan yang dimiliki- untuk dapat maksimal melakukan pengawasan serta “memaksa” pemerintah -baik provinsi maupun kabupaten/kota- mempublikasikan rincian alokasi dan realisasi program/kegiatan penanganan dampak covid-19 di Aceh.

Banda Aceh, 23 September 2020
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)

dto

Hafidh
Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik

Lihat tabel alokasi penangan covid-19 di Aceh disini

Berita Terbaru

Mengulik Korupsi Lewat Kolaborasi

Kegiatan MaTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menggelar diskusi publik untuk penguatan Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Aceh dalam meliput...

MaTA Mengajak Multistakeholder Kampus Untuk Mewujudkan Tata Kelola Tambang Yang Ramah Lingkungan

MaTA - MaTA bekerjasama dengan PATTIRO dengan dukungan FORD Foundation dan persetujuan dari Bagian Perencanaan Setditjen Bina Bangda, untuk bekerjasama dengan Subdit Sosial dan...

MaTA Gelar Diskusi Bersama Kelompok Perempuan Wilayah Tambang

MaTA - Aktifitas pertambangan melahirkan persepsi positif baik bagi pemerintah maupun masyarakat karena selain berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan negara juga menampung banyak tenaga...

MaTA-PATTIRO Berkolaborasi dalam Mengadvokasi Penerapan Konsep Benefit Sharing ADD-DBH SDA di Kab. Aceh Barat

Kegiatan MaTA |Kemiskinan di Indonesia tetap menjadi tantangan signifikan meskipun telah terjadi penurunan yang cukup besar dalam beberapa dekade terakhir. Sebagai negara dengan populasi...