Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyebutkan ada enam kasus korupsi di Aceh yang mangkrak dan belum selesai hingga saat ini.
Keenam kasus korupsi itu pun, menurut Koordinator MaTA, Alfian terpaksa harus dilakukan koordinasi dan supervisi (korsup) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa bulan lalu.
“Ada enam kasus semuanya, 4 kasus ditangani Polda Aceh dan dua kasus ditangani Kejati Aceh,” kata Alfian sebagaimana dikutip dari aceh.tribunnews.com.
Alfian merilis, empat kasus di Polda Aceh adalah dugaan TPK pada Kegiatan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan pada Dinas PUPR Kabupaten Simeulue.
“Anggaran untuk pengerjaan proyek ini bersumber dari dana APBK Kabupaten Simeulue tahun 2017 yang mulai disidik oleh Polda Aceh pada tahun 2020,” kata Alfian.
Baca juga: MaTA: Dana Otsus Penting Dilanjutkan, tapi Mulai Sekarang Harus Benar-Benar Dibenah
Selanjutnya, dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan penggunaan anggaran Pemkab Gayo Lues bersumber Dana APBD 2003 sampao 2006.
“Kasus ini mulai disidik oleh Polda Aceh dan Polres Gayo Lues pada tahun 2013,” kata Alfian.
Kemudian, dugaan korupsi pada pembangunan pasar ikan dan pasar sayur Keude Bakongan Kabupaten Aceh Selatan dengan nilai kontrak Rp 1.648.389.000.
“Proyek ini, anggarannya bersumber dari dana APBA tahun anggaran 2016 yang dilaksanakan oleh CV. Cahaya Artha Mulia yang dikelola oleh Dinas Perindustrian dan Perdangangan Aceh yang mulai disidik oleh Polres Aceh Selatan pada tahun 2017,” jelasnya.
Terakhir, kasus yang ditangani Polda Aceh adalah dugaan korupsi pembangunan instalasi air bersih bio teknologi di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh utara tahun 2011.
“Anggaran untuk proyek ini sebesar Rp 2.425.250.000. dari APBA TA 2011 yang mulai disidik oleh Polres Lhokseumawe pada tahun 2016,” jelas Alfian.
Baca juga: Penyelidikan Kasus Sapi Kurus, MaTA Minta Kapolda Aceh Berikan Kepastias Hukum
Sementara dua kasus yang ditangani oleh Kejati Aceh, dugaan korupsi pembangunan pusat pasar kegiatan revitalisasi pasar tradisional.
“Ini dana DAK tambahan usulan daerah tahap 1 TA 2015 dengan sumber Dana Alokasi Khusus (DAK) tambahan usulan daerah tahun 2015 dengan nilai kontrak sebesar Rp 12.620.000.000,” katanya.
Proyek tersebut satu paket dengan pembangunan revitalisasi pasar Kecamatan Simpang Kiri tahap II (DAK tambahan 2015) tahun 2016.
“Adapun sumber anggaran dari DAK tambahan usulan daerah tahun 2015 dengan nilai kontrak Rp 16.384.265.000, pada Dinas Perindustrian, Pertambangan, Koperasi dan UKM Kota Subulussalam,” jelas Alfian.
Terakhir, kasus yang ditangani Kejati Aceh adalah dugaan korupsi pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) pada pekerjaan perencanaan untuk paket kegiatan pembangunan terminal pelabuhan penyeberangan Balohan Sabang tahun 2016 dengan anggaran sebesar Rp 633.975.000.
“Kasus ini mulai disidik oleh Kejari Sabang pada tahun 2018. Terhadap perkara ini berkas sudah dinyatakan lengkap (P-21) dan selanjutnyan akan dilaksanakan tahap II,” ujar Alfian.
Alfian mengatakan, setiap tahun pihaknya selalu mengeluarkan laporan hasil monitoring peradilan pada sejumlah kasus tindak pidana korupsi di Aceh, baik yang ditangani Polda Aceh maupun Kejati Aceh.
“Dalam proses ini kita lihat, ada kasus sukses, ada juga tidak jalan. Ibarat mobil mogok, walaupun didorong tetap tidak jalan. Setiap pergantian Kapolda Aceh, Kejati Aceh selalu kita ingatkan, memberikan asistensi. Di mana ada kasus2 ada belum selesai, baik di Polda Aceh maupun di Kejati Aceh,” kata Alfian.
Alfian membenarkan, bahwa Polda dan Kejati Aceh telah meminta KPK untuk melakukan koordinasi dan supervisi.
Namun, sayangnya ada dua kasus yang tidak masuk dalam koordinasi dan supervisi KPK ini, yakni kasus dugaan korupsi beasiswa yang ditangani Polda Aceh dan kasus dugaan korupsi penyelewengan dana eks kombatan GAM sebesar Rp 650 miliar.
Berita ini telah tayang https://aceh.tribunnews.com/2020/08/31/mata-sebut-ada-6-kasus-korupsi-yang-mangkrak-di-aceh-sudah-disupervisi-kpk?