Politisi Partai Aceh Eks Wali Kota Lhokseumawe Tersangka Korupsi Rumah Sakit

Info Kasus |Suaidi Yahya, Wali Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, periode 2012-2022, ditetapkan sebagai tersangka korupsi keuangan Rumah Sakit Arun Lhokseumawe. Suadi merupakan politisi dari Partai Aceh, partai lokal eks kombatan GAM. Nilai kerugian mencapai Rp 44,9 miliar.

Penetapan Suaidi sebagai tersangka korupsi dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Kota Lhokseumawe, Senin (22/5/2023) siang. Pada Senin pagi, Suaidi mendatangi Kantor Kejari untuk diperiksa sebagai saksi.

Namun, seusai diperiksa selama empat jam lebih, Suaidi keluar dari kantor kejaksaan dengan mengenakan rompi merah dan tangan terborgol.

Tim kejaksaan langsung mengarahkan Suaidi menuju mobil tahanan. Suaidi dititipkan di Lapas Lhoksukon. Kasus Suaidi menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.

Saat dicegat oleh wartawan, Suaidi tidak mau berkomentar banyak. ”Tidak ada yang disampaikan,” katanya sambil menuju mobil tahanan.

Suaidi Yahya merupakan politisi dari Partai Aceh, sebuah partai lokal yang didirikan oleh eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka.

Baca Juga : Dugaan korupsi RS Arun, MaTA Ingatkan Tren Pengembalian Keuangan Negara Jadi Pola Antara Pelaku dan Penyidik

Seusai meletakkan jabatan sebagai wali kota, Suaidi telah didaftarkan sebagai calon anggota legislatif Provinsi Aceh periode 2024-2029.

Dalam kasus korupsi anggaran RS Arun, penyidik telah menetapkan dua tersangka, yakni Suaidi Yahya dan Hariadi, eks direktur. Keduanya dianggap aktor utama atas penyelewengan anggaran rumah sakit milik pemerintah tersebut.

Baca Juga : Dugaan korupsi RS Arun, MaTA Ingatkan Tren Pengembalian Keuangan Negara Jadi Pola Antara Pelaku dan Penyidik

Hariadi ditetapkan sebagai tersangka korupsi pada 16 Mei 2023. Kini, dia ditahan di Lapas Kelas IIA Lhokseumawe.

Aktor utama
Kepala Kejaksaan Negeri Lhokseumawe Lalu Syaifuddin menuturkan, Suaidi ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap aktor utama dalam kasus korupsi itu.

Suaidi diduga memerintahkan Hariadi menggelapkan uang milik rumah sakit. Suaidi juga diduga kuat menikmati aliran dana korupsi itu.

”Keduanya punya peran utama dalam kasus korupsi anggaran RS Arun. Karena bersama makanya bisa terjadi (korupsi). Penyidik menemukan alat bukti yang cukup,” kata Syaifuddin.

Namun, dia menolak menyebutkan alat bukti yang menjerat Suaidi. ”Nanti akan dibuktikan di persidangan,” kata Syaifuddin.

Tindak pidana korupsi keuangan RS Arun didalami antara 2016 hingga 2022 atau pada masa Suaidi Yahya menjabat wali kota. Modus korupsi dilakukan dengan tidak menyetorkan keuntungan rumah sakit ke kas daerah, tetapi dinikmati oleh orang tertentu. Hariadi dan Suaidi diduga ikut menikmati aliran dana itu.

Syaifuddin mengatakan, untuk saat ini penyidik fokus pada proses hukum dia tersangka, tetapi tidak tertutup kemungkinan bertambah tersangka baru.

Rumah Sakit Arun merupakan aset peninggalan PT Arun LNG. Namun, saat PT Arun LNG berakhir operasi, pengelolaan rumah sakit diambil alih oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe.

Pemkot membentuk perusahaan daerah PT Pembangunan Lhokseumawe (PTPL) sebagai pengelola rumah sakit itu. Melalui APBD, pemkot menyertakan modal sebagai investasi.

Suaidi Yahya mengangkat Hariadi sebagai direktur utama rumah sakit. Sementara di PT Pembangunan Lhokseumawe (PTPL) Hariadi menjabat sebagai direktur keuangan.

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian mengatakan, jika mempelajari kronologi kasus, dia menduga pelaku atau aktor yang terlibat lebih dari dua orang, yang telah jadi tersangka.

”Saya rasa penetapan dua tersangka hanya langkah awal. Bagi kami, ini kasus besar, ada indikasi pidana korupsi dan money laundering (pencucian uang) seperti temuan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK),” kata Alfian.

Alfian mendesak kejaksaan untuk mengusut tuntas dan meringkus semua orang yang terlibat. Menurut Alfian karena kasus korupsi terjadi di badan publik sangat mungkin banyak pihak lain yang terlibat.

”Publik percaya atas kinerja Kejari Lhokseumawe saat ini terutama dalam penanganan kasus tersebut,” kata Alfian.

Juru Bicara Partai Aceh Nurzahri mengatakan, partai belum mengambil keputusan terhadap Suaidi sesuai ditetapkan sebagai tersangka.

”Kami sedang mempelajari kasus dan mengikuti perkembangannya, tentunya kami akan mengambil tindakan yang terbaik sesuai peraturan perundang-undangan sambil memantau terus kasus tersebut,” kata Nurzahri.

salinan ini telah tayang di www.kompas.id

Berita Terbaru

MaTA : Mempertanyakan Komitmen Review dan Probity Audit Oleh Inspektorat Aceh Dengan KPK

Siaran Pers - Masyarakat Transparansi Aceh mempertanyakan komitmen Review dan Probity Audit Oleh Inspektorat Aceh dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Koordinator MaTA menyampaikan, Berdasarkan analisis...

Catatan Kritis Atas Tindak Pidana Korupsi BRA

Siaran Pers - Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk mengusut tuntas aliran dana dugaan korupsi di Badan Reintegrasi...

Mengulik Korupsi Lewat Kolaborasi

Kegiatan MaTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menggelar diskusi publik untuk penguatan Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Aceh dalam meliput...

MaTA Mengajak Multistakeholder Kampus Untuk Mewujudkan Tata Kelola Tambang Yang Ramah Lingkungan

MaTA - MaTA bekerjasama dengan PATTIRO dengan dukungan FORD Foundation dan persetujuan dari Bagian Perencanaan Setditjen Bina Bangda, untuk bekerjasama dengan Subdit Sosial dan...