Beranda blog Halaman 15

Money Politik Semakin Masif

MaTA. Praktik politik uang (money politic) di Aceh diduga semakin masif menjelang hari pencoblosan yang tinggal 17 hari lagi. Sebuah hasil survei bahkan menunjukan adanya kemungkinan 40 persen pemilih berubah pilihan akibat politik uang.

“Dinamika di lapangan hari ini, money politic sudah sangat masif. Seperti pembagian dispenser di Aceh Besar. Itu laporan yang kita terima dari masyarakat,” ungkap Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, Minggu (31/3).

Menurut Alfian, modus pemberian dispenser itu adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat. Tetapi sebenarnya itu bagian dari komitmen untuk memilih caleg tersebut. Selain itu ada juga caleg yang memberikan uang dalam bentuk tunai di dalam amplop dengan nilai tertentu, juga dengan komitmen yang sama untuk memilih caleg tersebut saat hari pemilihan nanti.

“Pemberian-pemberian seperti itu dilakukan oleh caleg yang memang punya uang. Untuk caleg petahana modusnya lebih gila lagi, yakni dengan melakukan pemotongan dana aspirasi sebesar 30 persen, yang kemudian digunakan untuk kebutuhan logistik mereka,” pungkas Alfian.

Dinamika masifnya politik uang ini menurut Alfian, dalam konteks jangka panjang berimplikasi besar terhadap kondisi sosial masyarakat Aceh. Oleh karena itu, ia mendesak Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) agar lebih aktif memantau.

“Sampai hari ini, Panwaslih mengaku belum menemukan money politic. Publik jadi bertanya-tanya, kenapa mereka belum menemukan, sementara money politik itu sangat masif di lapangan?” kata Alfian heran.

Panwaslih dikatakannnya harus memiliki komitmen kuat untuk melakukan tindakan tegas terhadap pelaku money politic. “Kalau Panwaslih tidak konsisten, masyarakat tidak termotivasi untuk mengawasi. Lembaga negara saja tidak tegas, ya masyarakat jadinya enggan melapor,” imbuhnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum LSM Aceh, Sudirman Hasan, juga membenarkan masifnya prakti politik uang di masyarakat. “Tren (money politic) kita amati semakin marak menjelang Pemilu. Ini patut menjadi perhatian kita semua” tekanya.

Maraknya politik uang ini dia katakan, telah membuat Pemilu di Aceh bergeser dari rawan konflik menjadi rawan politik uang. Hal ini sangat berbahaya karena dapat mencabut kemerdekaan para pemilih.

Artikel ini telah tayang di serambinews.com

http://aceh.tribunnews.com/2019/04/01/money-politik-semakin-masif.

MaTA: Dana Otsus Penting Dilanjutkan, tapi Mulai Sekarang Harus Benar-Benar Dibenah

MaTA. Koordinator LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian mengatakan dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Aceh yang akan berakhir tahun 2027 penting untuk dilanjutkan.

“Soal tata kelola saya pikir ini juga tidak perlu menunggu proses perpanjangan selanjutnya. Tapi mulai sekarang tata kelola Otsus harus benar-benar dibenah dan ada langkah penegakan hukumnya sehingga ada proses terkawalnya secara teratur dan terukur,” kata Alfian.

Pernyataan itu disampaikan saat menjadi narasumber tamu by phone dalam talkshow Radio Serambi FM, Kamis (28/3/2019), membahas Salam (Editorial) Harian Serambi Indonesia berjudul ‘Mungkinkah Otsus Berlanjut Jika Korupsi Makin Parah’.

Hadir sebagai narasumber internal dalam talkshow bertajuk Cakrawala itu adalah Sekretaris Redaksi Harian Serambi Indonesia, Bukhari M Ali yang dipandu Host, Nico Firza.

Menurut Alfian, selama ini tata kelola dana otsus masih sangat lemah dan potensi terjadinya kecurangan masih sangat besar.

Selain itu juga tidak ada upaya penegakan hukum untuk memastikan bahwa dana otsus Aceh ini tidak dikorupsi atau diselewengkan.

“Saya pikir ini salah satu tugas pemerintah, bukan saja pemerintah daerah tapi juga pemerintah pusat yang sudah memberikan dana otsus ke Aceh, perlu memastikan bahwa dana ini tidak salah dikelola,” sebutnya.

Alfian menambahkan beberapa hari lalu, pihaknya melakukan diskusi dengan BPK Perwakilan Aceh untuk auditor Aceh I, meminta agar otsus menjadi prioritas BPK Aceh untuk dilakukan audit investigasi.

Tujuan audit investigasi, bukan semata-mata untuk menyeret pelaku yang sudah menyalahgunakan dana otsus ini.

Tetapi juga penting ada proses perbaikan tata kelola, mulai proses perencanaan dana otsus sampai pertanggung jawaban penggunaan dana itu sendiri.

Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul MaTA

http://aceh.tribunnews.com/2019/03/28/mata-dana-otsus-penting-dilanjutkan-tapi-mulai-sekarang-harus-benar-benar-dibenah.

KPK Diminta Usut KasusKorupsi di Kemenag Secara Menyeluruh

MaTA. Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus dugaan korupsi di Kementerian Agama secara menyeluruh sampai ke daerah termasuk Aceh. MaTA juga mendorong KPK mengambilalih pengusutan kasus korupsi pembangunan gedung di Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Aceh yang selama ini ditangani Kejati.

Demikian antara lain catatan kritis MaTA berdasarkan analisa kasus dugaan korupsi di Kemenag. Catatan kritis berisi sejumlah poin itu disampaikan Koordinator MaTA, Alfian, 20 Maret 2019.

“Pertama, peristiwa yang kembali terjadi terhadap Kementerian Agama terkait kasus pidana korupsi yang sedang berlangsung penindakan oleh KPK menjadi momentum pembersihan terhadap sistem suap menyuap dan penyimpangan anggaran yang terjadi selama ini di kementerian tersebut,” kata Alfian.

Kedua, MaTA percaya kepada KPK dalam penindakan yang sedang berlangsung, dan dapat mengembangkan kasus tersebut secara menyeluruh sampai ke daerah. Sehingga penindakan tidak hanya pada suap yang baru saja terjadi, tetapi KPK dapat melakukan penyelidikan secara menyeluruh mulai pengelolaan anggaran dan kebijakan dalam jabatan di tingkat Kanwil Kemenag di level daerah termasuk Aceh.

Ketiga, KPK penting untuk selanjutnya memperbaiki sistem yang korup melalui pencegahan, sehingga jajaran Kemenag bebas dari korupsi. “Ini peristiwa korupsi yang berulang dimana sebelumnya Kementerian Agama terlibat korupsi dalam pengelolaan haji. Publik berharap jajaran Kemenag bebas dari korupsi, karena korupsi haram hukumnya secara Islam,” tegas Alfian.

Keempat, MaTA menilai, Kemenag yang seharusnya menjunjung tinggi integritas dan menjadi model terhadap kementerian lain, tapi justru menurunnya kepercayaan publik akibat faktor korupsi menjadi tolak ukur belum bersihnya sistem yang sedang berjalan.

Kelima, MaTA merekomendasikan kepada KPK untuk mengungkap secara menyeluruh terhadap sistem yang korup termasuk di Kemenag Aceh yang masih bermasalah dengan kasus korupsi dan penyelesaiannya tidak utuh.

“Keenam, kasus korupsi pembangunan gedung di Kemenag Aceh untuk menjadi perhatian KPK dalam pengungkapan secara utuh. Dimana pengusutan oleh Kejati Aceh sangat lambat dan pengungkapan kasus itu tidak utuh,” ujar Alfian.

Ketujuh, pengusutan kasus korupsi di Kemenag Aceh harus lebih maksimal demi mengembalikan kepercayaan publik dan terbangunnya sistem yang bersih. Korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa menjadi tangung jawab aparat penegak hukum (APH) untuk menuntaskan tanpa bertoleran dengan pelaku.

“Kedelapan, KPK dapat mengambilalih kasus korupsi yang terjadi di Kemenag Aceh apabila pihak Kejati menganggap kasus tersebut sudah selesai. Adanya kepastian hukum terhadap pelaku menjadi lebih penting daripada “menyelamatkan” pelaku kejahatan luar biasa tersebut,” tegas Alfian.

Artikel ini Telah Tayang di Portalsatu.com

http://portalsatu.com/read/news/kpk-diminta-usut-kasus-korupsi-di-kemenag-sampai-ke-aceh-secara-menyeluruh-48786

[Siaran Pers] OPD Nagan Raya Dilatih Tata Cara Susun DIP

MaTA. Seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam lingkungan Pemerintahan Nagan Raya mengikuti kegiatan Sosialisasi dan Workshop Penyusunan Daftar Informasi Publik (DIP) di aula Setdakab Nagan Raya  pada Selasa (19/03/2019). Kegiatan yang difasilitasi oleh Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Aceh tersebut bertujuan menyamakan persepsi dan komitmen dalam rangka  implementasi UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta tata cara penyusunan DIP. Ini merupakan kabupaten keempat yang didampingi MaTA setelah Aceh Barat, Aceh Timur dan Aceh Tamiang.

“ Tidak sedikit permohonan informasi oleh masyarakat yang berujung sengketa. Hal tersebut mengangkangi amanah pasal 2 ayat (3) UU No.14 Tahun 2008 bahwa Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Dengan dilaksanakan kegiatan Sosialisasi dan workshop ini MaTA berharap  Badan Publik dapat segera menyusun DIP dan ditetapkan dengan SK Bupati sehingga ke depan tidak ada lagi sengketa informasi”

Bupati Nagan Raya dalam sambutan yang dibacakan oleh Zulfika, SH selaku Asisten I Setdakab Nagan Raya, mengatakan “ Selama ini jajaran pemerintah kabupaten Nagan Raya belum memiliki Daftar Informasi Publik. Hal tersebut berakibat pada pelayanan masyarakat yang tidak maksimal. Ada informasi yang seharusnya tidak perlu disembunyikan tapi enggan diberikan kepada pihak yang membutuhkan. Sebaliknya ada informasi yang bersifat tertutup justeru diberikan kepada yang tidak berhak.”

Kini setelah  11 tahun UU KIP disahkan ternyata pelaksanaannya belum berjalan maksimal. Seharusnya seluruh Pemerintah Daerah sudah memiliki Perda tentang Pengelolaan informasi public, SK Penetapan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, SOP Pengelolaan Informasi dan DIP. MaTA  berkeyakinan kegiatan ini efektif untuk memberikan pemahaman secara utuh kepada OPD terkait praktik Keterbukaan Informasi sehingga kedepan proses pelayanan informasi kepada masyarakat dapat berjalan sesuai aturan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme dalam tata kelola pemerintah yang baik dan bersih.

Hadir sebagai narasumber pada kegiatan tersebut adalah: Fachmi Jusran (Staf Dinas Komunikasi Informasi dan Persandian Aceh),  Cut Asmaul Husna (Akademisi Universitas Teuku Umar) dan Amel (MaTA). Sedangkan yang menjadi moderator Said Amri (Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Nagan Raya).

Banda Aceh, 19 Maret 2019

AMEL

Anggota Badan Pekerja(HP :0823 6074 6255)

Alfian: Akar Korupsi di Partai Politik

MaTA. Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menilai politik uang sangat mengemuka pada Pemilu 2019. “Seperti pemilu sebelumnya kecil kemungkinan melahirkan legislator bersih,” ujar Alfian.

Menurut Alfian, terjadinya biaya politik tinggi hari ini akibat konstituen tidak percaya pada politikus. Ketidakpercayaan ini kemudian diterjemahkan dengan patron klien. Politikus membeli suara, baik atas nama bantuan atau membayar pemilih di hari H. Politikus yang jual gagasan tanpa bermurah hati secara materi akan sulit terpilih.

Alfian menegaskan, antikorupsi wajib dimulai dari partai politik. “Tata kelola partai hari ini kita sangat paham bagaimana. Apalagi saat tuntutan biaya politik akibat tata kelola partai sejak dulu tidak pernah berubah,” ungkapnya.

“Partai modern adalah partai yang menerapkan transparansi dalam tata kelola partai. Kenyataannya waktu kita akses informasi tentang tata kelola keuangan partai jangan harap kita puas, kalau ngotot sedikit dibilang ‘antek-antek asing,” ujar aktivis antikorupsi ini dengan tertawa.

Alfian menambahkan, walaupun era demokrasi telah lebih 20 tahun, partai sampai saat ini belum mau berubah. “Malah terjadinya politik uang makin tinggi saat ini akibat kesalahan tata kelola masa lalu dan menjadi dibudayakan pada masa sekarang,” katanya.

Salah satu cara mencegah biaya politik tinggi, Alfian sepakat pemerintah mengalokasikan anggaran untuk partai, tapi akuntabilitas keuangan harus transparan.

“Nah, sekarang yang mengelola negara siapa? Semua yang duduk dari rekomendasi partai alih-alih kader partai kayak Kejagung hari ini. Makanya salah satu yang harus ditata, tidak bisa Kepala Kejaksaan Agung dari partai, karena konflik kepentingan sangat kuat,” tegasnya.

“Produk hukum negara kita di tangan partai. Semua tidak dilahirkan secara utuh, tetap ada ruang, karena politisi tidak mau menjerat mereka sendiri,” tambah Alfian.

Menurut Alfian, muncul korupsi politik sejak adanya KPK. Sebelumnya polisi dan kejaksaan sama sekali tidak mau menyentuh tentang korupsi politik, walau di situ sebenarnya akar korupsi terbesar.

“Nah, KPK sendiri, dalam menghadapi Pemilu 2019 sudah memanggil pimpinan partai politik untuk membangun komitmen bersama dan minggu ini juga dikumpulkan kembali,” ujar Alfian.

Alfian juga menolak ide golput. “Kalau untuk membangun partai modern jangan bicara golput dulu. Tapi peran konstituen partai menjadi patut untuk mendorong partai politik lebih baik. Artinya pemilih harus memilih calon yang track record dan perilaku paling bersih dari korupsi. Golput sama dengan membiarkan, dan bukan berarti mereka akan berubah. Karena mereka yang memproduksi regulasi, artinya bermacam cara mereka tempuh untuk adanya keterwakilan”.

“Sebagai catatan, Aceh masa konflik pernah terjadi boikot partai secara masif, tapi saat itu parlemen Aceh tetap terisi,” kata Alfian.

Alfian menilai semua butuh proses dan pendidikan politik yang baik, sehingga konstituen tidak terframing “politik itu jahat”.

“Nah, ini salah satu pesannya tata kelola partai ibarat menarik selimut untuk menutup tubuh yang telanjang. Tapi sayang karena selimutnya tidak mampu menutup semua tubuh sehingga pantat yang menonjol,” pungkas Alfian.

Artike ini telah tayang di Portalsatu.com
http://portalsatu.com/read/news/alfian-akar-korupsi-di-partai-politik-48671

MaTA Minta Tirta Daroy Diaudit

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyurati Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Senin (4/3). Mereka meminta supaya BPK RI melakukan audit investigasi terhadap PDAM Tirta Daroy Banda Aceh, karena ada dugaan kerugian negara di perusahaan daerah tersebut.

Koordinator MaTA, Alfian, Selasa (5/3) menjelaskan, mereka meminta melakukan audit investigasi secara menyeluruh di PDAM milik Banda Aceh, karena ada indikasi penyimpangan yang menyebabkan timbulnya potensi kerugian negara.

“Tujuan permohonan audit ini sebagai bagian dari harapan warga Banda Aceh yang menginginkan adanya perbaikan tata kelola PDAM Banda Aceh yang lebih baik. Hal ini, karena hampir seluruh warga Kota bergantung pada PDAM Tirta Daroy untuk kebutuhan air,” ujar Alfian.

Dia melanjutkan, ada beberapa indikasi potensi penyimpangan yang ditemukan, seperti yang dicantumkan dalam surat kepada BPK RI. Menurutnya, kerugian negara akibat ulah oknum di PDAM Tirta Daroy mencapai Rp 638,6 juta.

Berdasarkan data yang dimiliki MaTA, kerugian negara itu berasal dari pengelapan biaya pemasangan sambungan baru, dananya bersumber dari anggaran PDAM Tirta Daroy 2016 Rp 108,6 juta. Besaran kerugian ini dihitung berdasarkan penggunaan material milik perusahaan oleh oknum karyawan setempat, untuk sambungan baru.

Selain itu, kerugian negara lainnya yaitu pengutipan biaya material atas pemasangan sambungan baru kepada 265 calon pelanggan yang tidak masuk ke kas perusahaan. Setiap pelanggan baru dikenakan Rp 2 juta, sehingga dari 265 pelanggan tersebut totalnya sebesar Rp 530 juta.

Atas dasar temuan-temuan tersebut, kata Alfian, MaTA meminta kepada BPK RI melakukan audit investigasi. Supaya hasil audit ini nantinya dapat menjadi bahan dalam rangka pembenahan tata kelola PDAM ke depan.

Hasil audit investigasi itu juga dapat menjadi langkah penertiban administrasi di lembaga itu dan jika memang ada unsur pidana, juga dapat diambil tindakan hukum.

Alfian menambahkan, sebagai perusahaan daerah yang melayani kebutuhan air bersih, maka pengelolaan PDAM Tirta Daroy harus dilakukan dengan mengedepankan good corporate dan clean corporate. Karena perusahaan milik Pemko Banda Aceh melayani kebutuhan air bersih untuk ratusan ribu warga kota. Sehingga perusahaan harus dijalankan dengan prinsip-prinsip yang baik dan bersih.

Sementara itu, Dirut PDAM Tirta Daroy, T Novrizal Aiyub atau yang akrab disapa Ampon Yub mengatakan, terkait masalah tersebut sudah dilakukan audit oleh Inspektorat. Hasilnya, oknum yang menyebabkan kerugian negara itu diminta mengembalikan uang ke kas perusahaan.

Sehingga, kata Ampon Yub, setelah pihaknya langsung melaksanakan rekomendasi tersebut. Semua oknum karyawan yang terlibat diminta mengembalikan uang yang seharusnya milik perusahaan tersebut.

Namun, karena jumlah uangnya tidak sama, Ampon Yub mengaku memang butuh proses agar semua uang itu dibayar. Bahkan terdapat beberapa orang yang sudah lunas mengembalikannya.

“Ada juga oknum karyawan yang kita potong gajinya supaya segera lunas, pokoknya rekomendasi inspektorat sudah dijalankan, Cuma kan masih proses ini,” tandas Ampon Yub.

Artikel ini telah tayang di serambinews.com

http://aceh.tribunnews.com/2019/03/06/mata-minta-tirta-daroy-diaudit.

[Siaran Pers] Temukan Potensi Penyimpangan di PDAM Banda Aceh, MaTA Minta BPK RI Lakukan Audit Investigasi

MaTA – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) meminta BPK RI melakukan audit investigasi secara menyeluruh di instansi PDAM Banda Aceh. Permintaan tersebut disampaikan melalui surat yang dikirimkan kepada Kepala BPK RI Perwakilan Aceh pada 04 Maret 2019. Hal ini dilatarbelakangi karena adanya indikasi penyimpangan yang menyebabkan timbulnya potensi kerugian negara.

Dalam surat yang ditandatangi Alfian selaku koordinator, MaTA menjelaskan beberapa potensi penyimpangan yang ditemukan berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan. Selain itu, dalam surat dengan nomor 015/B/MaTA/III/2019 MaTA juga menyebutkan nilai potensi besaran kerugian yang ditimbulkan akibat ulah oknum dilingkungan PDAM Banda Aceh yang mencapai mencapai Rp 638.650.000.

Menurut MaTA, telah terjadi dugaan pengelapan biaya pemasangan sambungan baru yang bersumber dari anggaran PDAM tahun 2016 sebesar Rp 108.650.000. Hasil hitungan MaTA, besaran potensi kerugian negara dihitung berdasarkan penggunaan material oleh oknum dilingkungan PDAM Kota Banda Aceh untuk pemasangan sambungan baru kepada calon pelanggan di Banda Aceh.

Selanjut, temuan lain yang disampaikan MaTA dalam surat tersebut adalah adanya dugaan pengutipan biaya material atas pemasangan sambungan baru kepada 265 calon pelanggan baru mencapai Rp 530.000.000. Besaran jumlah ini didapat MaTA dari pungutan yang dilakukan oleh oknum dilingkungan PDAM Kota Banda kepada 265 calon pelanggan baru sebesar Rp 2.000.0000.

Atas dasar temuan-temuan tersebut, MaTA meminta kepada BPK RI melakukan audit investigasi secara menyeluruh pengeloaan PDAM Kota Banda Aceh. Menurut MaTA, hasil audit ini nantinya dapat menjadi bukti dalam rangka pengusutan kasus tersebut. Hasil audit ini menjadi salah satu pedoman bagi Pemerintah Kota Banda Aceh untuk menjatuhkan sanksi admimistrasi kepada oknum yang diduga terlibat.

Selain itu, tujuan permohonan audit ini adalah sebagai bagian dari keinginan warga kota Banda Aceh yang menginginkan adanya perbaikan tata kelola PDAM Banda Aceh yang lebih baik. Hal ini karena hampir seluruh warga Kota Banda Aceh bergantung pada PDAM Kota Banda Aceh untuk kebutuhan air sehari-hari. Oleh karena itu tentu pengelolaan PDAM dilakukan dengan mengedepankan good Corporate and clean Corporate.

Banda Aceh, 05 Maret 2019

Badan Pekerja
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)

dto

BAIHAQI
Koordinator Bidang Hukum dan Politik

Patut Diduga Fiktif, Web DPRK Acut Rawan Korupsi

MaTA. Terkait masih dianggarkannya dana pengelolaan web DPRK Aceh Utara, padahal sejak akhir tahun 2016 sudah tidak update. Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai pengunaan dana tersebut patut dipertanyakan. Bahkan patut diduga anggaran tersebut fiktif, dan sangat rawan korupsi di dalamnya.

“Kita mempertanyakan penggunaan anggaran yang tiap tahun dialokasikan untuk pengelolaan web sekretariat DPRK. Sementara webnya tidak aktif,”ujar Koordinator Badan Pekerjaan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian.
Artinya, sambung Alfian, akuntabiltas anggaran yang ada dikemanakan, kalau anggarannya habis terpakai. Sementara webnya ngak aktif. Ini menurutnya patut diduga fiktif dan itu rawan korupsi.

“Pihak Sekretariat DPRK penting menjelaskan ke publik terhadap temuan tersebut. Sehingga publik mendapatkan penjelasan. Kalau pengelolaannya terindikasi korupsi, maka Kejaksaan dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap potensi kerugian keuangan negara dalam anggaran yang di maksud,”tegas Alfian.

Seperti diberitakan hari lalu, web DPRK Aceh Utara yang seyogyanya untuk sarana publikasi kegiatan dewan dan sebagai media informasi bagi masyarakat, sudah tidak aktif sejak akhir tahun 2016 lalu. Tetapi hingga tahun 2019 ini, anggaran untuk pengelolaan web tersebut masih saja dianggarkan dalam APBK Aceh Utara.

Artikel ini telah tayang di layar berita.com
https://layarberita.com/2019/02/25/patut-diduga-fiktif-web-dprk-acut-rawan-korupsi/amp/

Aceh Barat Jadi Pilot Project Aceh Tentang Keterbukaan Informasi

Keterbukaan informasi publik di Aceh Barat dalam hal Pengelolaan Dokumentasi dan Informasi (PPID) menjadi percontohan bagi Aceh, hal itu dikatakan Kepala Dinas Informatika dan Persandian Provinsi Aceh Marwan Nusuf kamis (21/02/19) saat melakukan kunjungan ke Dinas Kominfo Aceh Barat.

Menurut Marwan, Keberhasilan PPID Aceh Barat dibawah Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian setempat telah sukses melahirkan Keputusan Bupati tentang keterbukaan Daftar Informasi Publik (DIP) yang mendapat Apresiasi banyak pihak

“Kami apresiasi Dinas Kominfo Aceh Barat, karena dengan serius melaksanakan tugas dalam hal Keterbukaan Informasi Publik dan konsen menjalankan fungsi PPID sehingga melahirkan DIP” ujar Marwan Nusuf.

Lebih lanjut Marwan menambahkan, Kabupaten lain masih terus melakukan sosialisasi tentang pentingnya PPID tingkat Pemerintah Daerah, namun Aceh Barat selangkah lebih maju dengan sukses melahirkan Keputusan Bupati, maka hal ini layak menjadi contoh bagi Kabupaten/Kota lainnya di Aceh, papar Marwan.

Keberhasilan Dinas Kominfo Aceh Barat tidak terlepas dari dukungan Pendampingan LSM Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA) dan Tim Pengabdian Universitas Teuku Umar (UTU) yang terus melakukan kerjasama dengan Dinas Kominfo melaksanakan Workshop Penyusunan DIP sehingga menjadi pedoman bagi SKPK memberikan informasi bagi pemohon informasi, tutupnya.

Sementara itu, Koordinator LSM MaTA Alfian mengatakan. selain Aceh Barat. ada tiga Kabupaten lainnya yang terus dilakukan Pendampingan untuk melahirkan Keputusan Bupati, tiga Kabupaten tersebut, yaitu Aceh Timur, Aceh Tamiang dan Nagan Raya. katanya.

Soal Proyek Pokir Dewan, MaTA: Itu Bukti Masih Ada Bagi-bagi Paket

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) memberikan sejumlah catatan terkait proyek sumber dana Otsus 2019 hasil usulan melalui pokok-pokok pikiran anggota DPRK Aceh Utara.

“Pertama, mengenai usulan paket proyek Otsus dari anggota dewan, menandakan bahwa masih ada praktik penjatahan proyek sebagaimana tahun-tahun sebelumnya atau lebih dikenal dengan dana aspirasi. Walaupun di awal pembahasan anggaran (2019) Gubernur Aceh telah menyampaikan bahwa tidak ada lagi proyek aspirasi dewan, dan diubah menjadi pokir,” kata Koordinator Bidang Advokasi Anggaran dan Kebijakan Publik MaTA, Hafidh, 19 Februari 2019.

Artinya, kata Hafidh, nama boleh berganti, pola penjatahan proyek tetap sama. Hal ini, kata dia, terlihat dari pernyataan salah seorang anggota dewan mengenai dalam satu paket tertera nama dua anggota dewan serta pernyataan “penjatahan masing-masing anggota dewan Rp800 juta”.

“Dengan pola demikian, pembangunan bukan melihat skala prioritas, tapi lebih kepada bagi-bagi proyek,” ujar Hafidh.

Kedua, Hafidh melanjutkan, pokok-pokok pikiran (pokir) dewan seharusnya bukan penjatahan paket proyek dengan nominal anggaran tertentu. “Tapi lebih kepada pokok-pokok permasalahan yang ditemui di daerah konstituen, sehingga dalam perencanaan program/ kegiatan pada instansi terkait dapat memerhatikan serta dapat dicarikan solusi atas permasalahan tersebut,” katanya.

Ketiga, proses pengawalan usulan dari konstituen merupakan kewajiban dari anggota dewan masing-masing daerah pemilihan (dapil) yang telah diusulkan melalui Musrenbang. Namun, kata Hafidh, bukan berarti anggota dewan memiliki mandat “mengelola paket tersebut (menentukan lokasi, nominal, bahkan pelaksana hingga penerima manfaat)” seperti temuan-temuan tahun-tahun sebelumnya.

“Karena penentuan tersebut seharusnya menjadi kewenangan dinas teknis terkait,” ujar Hafidh.

Diberitakan sebelumnya, Aceh Utara memperoleh dana Otsus tahun 2019 senilai Rp123 miliar lebih dari usulan Rp124 miliar lebih. Sebagian dana itu dialokasikan untuk proyek peningkatan jalan di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Proyek-proyek tersebut ternyata usulan dari pokok pikiran atau pokir para anggota DPRK.

Dalam data ‘Dana Aspirasi Usulan Dana Otonomi Khusus Aceh (dari) DPRK Aceh Utara Tahun 2019’ dan ‘Lampiran Daftar Usulan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) dari DPRK Aceh Utara Tahun Anggaran 2019’, diperoleh portalsatu.com dari satu sumber, tertera nama sebagian anggota dewan. Di antaranya, Tgk. Junaidi.

Nama Tgk. Junaidi tertulis pada keterangan kegiatan ‘Jalan Sp. Mawak – Alue Rambe Km VIII Kecamatan Kuta Makmur’ Rp2,6 miliar. Tgk. Junaidi alias Tgk. Juned sekonyong-konyong membantah. “(Proyek) itu bukan usulan saya,” kata anggota DPRK Aceh Utara itu saat portalsatu.com, 14 Februari 2019, menanyakan apakah proyek itu hasil pokirnya.

Tgk. Juned kemudian membuat pengakuan. “Yang usulan saya dari dana Otsus 2019 hanya peningkatan Jalan Lingkar Pingan Glong Gampong Paloh Gadeng (Kecamatan Dewantara) Rp800 juta. Itu usulan masyarakat melalui Musrenbang kecamatan, kemudian saya perjuangkan dalam Musrenbang Otsus. (Poyek) yang lain dari dana Otsus tidak tertampung usulan saya,” ujar anggota dewan dari Kecamatan Dewantara itu.

Hasil penelusuran pada tanggal 15 Februari 2019, dalam buku APBK Aceh Utara 2019 di bawah Dinas PUPR, peningkatan Jalan Lingkar Pingan Glong Gp. Paloh Gadeng 1000 meter Rp779,8 juta.

Dalam buku APBK itu, juga ada proyek peningkatan Jalan Sp. Mawak – Alue Rambe Km VIII Tahap III Kecamatan Kuta Makmur, 1.300 meter Rp2,2 miliar lebih.

Setelah mengirim foto data dalam buku APBK Aceh Utara 2019 tentang proyek peningkatan Jalan Sp. Mawak, dan menanyakan proyek aspirasi/pokir siapakah itu, melalui WhatsApp, Tgk. Juned, 15 Februari 2019 sore, menulis, “Hahaha. Catatan penting itu. Kita telusuri. Berikan waktu”.

Namun sampai berita ini ditayangkan, 16 Februari 2019 malam, belum ada keterangan lebih lanjut dari Tgk. Juned soal proyek itu pokir siapa. Lantas, sampai kapan Tgk. Juned butuh waktu untuk menjawab misteri ini?

Dalam data usulan aspirasi tersebut, tertulis pula nama dua anggota DPRK Aceh Utara, Zainuddin/Muhammad Wali pada salah satu paket proyek. Yakni, peningkatan Jalan Keude Amplah – Gp. Beunot Rp1,6 miliar. Sedangkan dalam buku APBK Aceh Utara 2019, tertulis peningkatan Jalan Keude Amplah – Gp. Beunot, Kecamatan Nisam 858 meter Rp1,5 miliar lebih.

“Beutoi… beutoi (betul),” ujar Muhammad Wali saat dihubungi portalsatu.com melalui telepon seluler, 16 Februari 2019, sore, soal data usulan proyek itu.

Kenapa tertulis dua nama anggota dewan pada satu paket kegiatan? “Begini, waktu itu kan usulan dibawa ke Banda Aceh, 2018. Dewan diminta usul masing-masing Rp800 juta. Tanggong (tidak cukup dana kalau Rp800 juta) untuk jalan aspal, maka gabunglah kami berdua. Itu usulan. Jadi, usulan berdua kami,” kata Muhammad Wali.

“Usulan proyek jalan itu sudah diajukan melalui dua kali Musrenbang. Pertama diusulkan pada 2016 untuk 2017, tidak ada realisasi, sehingga diangkat kembali. Memang hasil Musrenbang, ada data dalam Musrenbang,” ujar anggota DPRK dari Kecamatan Nisam ini.

“Dan (proyek) itu kan tender bebas (lelang umum), dan itu tidak ada urusan dengan kita, bagaimana teknisnya itu urusan dinas. Bagi kami, yang penting usulan masyarakat agar jalan itu dibangun. Kiban hi ibu kota jalan mantong hi meuteung bayeung(Bagaimana jalan di ibu kota Kecamatan Nisam, kondisinya tidak layak). Jalan itu tepat di keude(ibu kota kecamatan),” kata Muhammad Wali.

Muhammad Wali menegaskan, “Jadi, nye usulan beutoi, hana dawa nyan (kalau ditanyakan apakah itu usulan dewan, benar)”.

Artikel ini telah tayang di portalsatu.com

http://portalsatu.com/read/news/soal-proyek-pokir-dewan-mata-itu-bukti-masih-ada-bagi-bagi-paket-48246

Kasus DOKA, MaTA Minta Masyarakat Dukung KPK

MaTA. Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai, kasus dana otonomi khusus (Otsus) merupakan akumulasi dari kasus-kasus koruspi. Hal itu terutama terjadi di tingkat elit dan menjadi rebutan.

“Dengan terungkapnya kasus DOKA (Dana Otonomi Khusus Aceh) yang ditangani KPK (Komisi Pemberantasan Koruspi), saat ini menjadi sangat penting bagi Aceh untuk mendukung KPK ‘menyucikan’ Aceh dari para koruptor yang sudah merajalela dan berlangsung sangat lama,” tegas Koordinator MaTA, Alfian saat menjadi narasumber Program Radio Serambi FM bertajuk `Banyak nama elit dalam sidang korupsi, ada apa?’, Rabu (13/2).

Program tersebut juga menghadirkan narasumber internal Redaktur Opini yang juga Kepala Litbang Harian Serambi Indonesia, Asnawi Kumar dengan dipandu Host Radio Serambi FM, Kamil Ahmad.

Alfian menjelaskan, semua tahu bahwa dana Otsus Aceh yang dikucurkan sejak 2008 sampai sekarang belum menjawab permasalahan penting di Aceh. Sebut saja soal kemiskinan, pembangunan, akses anggaran terhadap publik, dan soal tata kelola.

Alfian menegaskan, penindakan KPK merupakan bagian dari akumulasi kasus korupsi yang sangat banyak. Ada sebagian yang sudah ditemukan berdasarkan data-data dan ada sebagian yang luput dari perhatian publik, dalam konteks kasus korupsi di lingkungan elit.

Dari awal, pihaknya sudah beberapa kali memberikan peringatan kepada pemerintah daerah dan juga mempublikasi analisa anggaran. Bahwa Otsus menjadi instrumen penting dalam kontesk kesejahteraan masyarakat Aceh. Artinya kalau salah kelola, maka akan membawa dampak buruk bagi masa depan Aceh.

Alfian menjabarkan, kalau dilihat, Otsus selama ini bisa diakses dalam konteks barang dan usaha. Dalam konteks pengadaan barang dan jasa di Aceh, saat ini sistemnya sangat lemah dan masih berlaku commitment fee serta ‘proyek jemputan’, yang tidak ada dalam tata kelola nomenklatur pemerintah.

“Saya pikir ini sebuah jawaban penting, bagaimana KPK mengungkap kasus korupsi. Apalagi yang sudah menjadi fakta persidangan untuk diungkapkan secara utuh,” tegas Alfian.

Ia menjelaskan, ada hal menarik dari kerja KPK 2019. Di mana sebelumnya KPK lebih fokus pada operasi tangkap tangan, sekarang mereka juga melakukan metode pengembangan kasus, di luar konteks operasi tangkap tangan. Dijelaskan Alfian, ini sudah dilakukan sejak awal 2019 dan sukses menjerat kepla derah di tempat lain. Ia berharap, pola serupa juga ditetapkan di Aceh. Hal ini mengingat banyaknya kasus korupsi yang tidak terungkap.

“Kalau kita lihat pola kepemimpinan KPK saat ini, fakta-fakta persidangan dari studi kasus akan dikejar semua. Artinya pola ini sangat penting dilakukan saat ini, terutama kasus yang ditangani KPK penyelenggara negara, yaitu politisi yang levelnya memiliki kekuasaan dan uang besar. Artinya mereka terbiasa melakukan perlawanan dalam ketika berurusan dengan KPK,” jelasnya.

Alfian menambahkan, terkait degan kasus DOKA yang terungkap di pengadilan baru-baru ini, sangat menarik dan pihaknya sendiri mendorong pengadilan Tipikor agar fakta yang terungkap di persidangan ditelusuri oleh KPK.

“Kalau dari studi kasus yang kami pelajari. Inikan baru eposide pertama, ketika episode pertama selesai atau sudah inkrah, kebiasaan itu penyelidik akan berkembang. Terutama fakta-fakta persidangan yang sudah diungkapkan akan dilakukan pengembangan. Bisa jadi episodenya akan panjang,” demikian Alfian.

Artikel ini telah tayang di serambinews.com

http://aceh.tribunnews.com/2019/02/14/kasus-doka-mata-minta-masyarakat-dukung-kpk.

[Siaran Pers] Pasien Peserta BPJS Kesehatan Masih Ada yang Beli Obat

MaTA – Komisi D DPRK Banda Aceh didesak membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki penyebab kekosongan obat di Fasilitas Kesehatan (faskes) yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan di Banda Aceh. Selain itu, Komisi D juga didesak untuk menyuarakan audit kepersetaan jumlah peserta BPJS Kesehatan di Aceh sehingga diketahui berapa jumlah rill peserta BPJS Kesehatan di lapangan.

Demikian poin-poin rekomendasi yang disampaikan oleh Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) kepada Komisi D DPRK Banda Aceh dalam forum diskusi yang diselenggarakan di gedung setempat, Rabu (6/2). Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Ketua dan anggota komisi D, Dinas Kesehatan Banda Aceh, perwakilan RSUD Meuraxa Banda Aceh dan perwakilan MaTA serta beberapa unsur Sekretariat DPRK.

Dalam pertemuan yang diselenggarakan setelah dhuhur, MaTA menyampaikan beberapa temuan dalam pemantauan tata kelola obat yang dilakukan pada Juli hingga September 2018. Salah satu temuannya adalah masih ada pasien peserta BPJS yang dibebankan untuk membeli obat atas biaya sendiri. Padahal berdasarkan Perpres No. 12 Tahun 2013, pasien tidak boleh dibebankan untuk membeli obat karena setiap obat yang dibutuhkan wajib tersedia di faskes.

Selama periode pemantauan, MaTA menemukan 21 pasien yang membeli obat diluar faskes atas resep yang diberikan oleh petugas medis. Pasien ini terdiri dari 11 perempuan dan 10 laki-laki dengan rentang umur 1 – 69 tahun. Adapun biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien yang membeli obat berkisar Rp8000 – Rp100.000. Hasil ini menunjukkan, manfaat jaminan kesehatan belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat sebagaiamana ketentuan.

Menanggapi hasil temuan tersebut, Ketua Komisi D DPRK Banda Aceh, Sabri Badruddin, menyampaikan apresiasi dan terimakasih atas kerja-kerja yang dilakukan oleh MaTA. Bagi kami pemerintah, temuan MaTA ini akan menjadi masukan untuk terus memperbaiki kinerja pelayanan khususnya layanan kesehatan di Banda Aceh akan dinikmati secara maksimal oleh masyarakat.”

Disisi lain, terkait permintaan MaTA membentuk Pansus untuk menyelidiki penyebab kekosongan obat di faskes-faskes di Banda Aceh, Sabri Badruddin menyampaikan akan duduk kembali dengan anggota komisi untuk mendiskusikan lebih lanjut. Saya harus duduk kembali untuk mendiskusikan terkait Pansus ini mengingat waktu yang sudah sangat sedikit menjelang dilaksanakan pemilihan umum pada April mendatang.”

Secara prinsip, Sabri Badruddin menyebutkan bahwa Komisi D DPRK Banda Aceh sepakat dengan apa yang disampaikan oleh MaTA. Audit kepesertaan bukan ranah kami DPRK Banda Aceh, tapi itu adalah ranahnya Pemerintah Aceh, namun secara prinsip kami sepakat itu dilakukan untuk mengetahui secara rill jumlah peserta BPJS Kesehatan yang selama ini iurannya dibayarkan oleh Pemerintah.”

Koordinator MaTA, Alfian menyebutkan Selama ini Pemerintah Aceh selalu mengalokasi anggaran rata-rata Rp500 milyar per tahun untuk membayarkan iuran jaminan kesehatan masyarakat Aceh kepada BPJS Kesehatan, tapi BPJS Kesehatan selalu mengeluhkan defisit. Sebenarnya berapa jumlah peserta BPJS Kesehatan di Aceh yang iurannya dibayarkan oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat? Untuk itu perlu dilakukan audit kepesertaan untuk mengetahui angka pastinya

Sementara itu, Dr. Ihsan, Wakil Direktur RSUD Meuraxa Banda Aceh menyebutkan penyebab kekosongan obat di faskes dikarenakan beberapa masalah. Masalah utama terjadi kekosongan obat karena terkadang tidak tersedia obat di distributor sehingga hal ini mempengaruhi stok obat di faskes, namun kami selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan obat kepada pasien yang menggunakan jasa layanan di RSUD Meuraxa Banda Aceh.”

Kepala Dinas Kesehatan Banda Aceh, dr Warqah Helmi menyampaikan bahwa persoalan kekosongan obat sudah disampaikan kepada Walikota Banda Aceh. Akar masalah kekosongan obat sebenarnya berada ditingkat pusat dan kami sudah menyampaikan hal ini kepada Walikota Banda Aceh untuk sama-sama dicarikan solusi sehingga layanan kesehatan khususnya obat-obatan tidak menjadi persoalan yang dapat menghambat layanan kesehatan di Banda Aceh.

Banda Aceh, 07 Februari 2019

Badan Pekerja
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)

dto

BAIHAQI
Koordinator Bidang Hukum dan Politik

Caleg Tergiur Dana POKIR

LSM Masyarakat Tranparansi Aceh (MaTA) menyampaikan beberapa catatan kritis terkait alokasi anggaran pokok pikiran (pokir) oleh DPRA tahun 2019 yang mencapai Rp 1,5 triliun. Menurut MaTA, masih adanya alokasi anggaran yang bisa dikelola masing-masing anggota DPRA membuktikan tata kelola anggaran Aceh masih sangat buruk.

Koordinator MaTA, Alfian mengatakan, adanya anggaran pokir yang dulunya disebut dana aspirasi menjadi salah satu motivasi para calon anggota legislatif (caleg) DPRA–baik petahana maupun caleg baru–untuk berebut kursi pada Pemilu 2019. “Mereka tergiur dengan anggaran yang cukup besar itu,” kata Alfian.

Menurut Alfian, melalui pokir ini, masing-masing anggota DPRA bisa mengelola dana sebesar Rp 20 miliar, setiap wakil ketua Rp 45 miliar, dan ketua Rp 75 miliar. Melalui anggaran ini, semua pokok pikiran atau aspirasi masyarakat akan direalisasi, namun tak sedikit yang menengarai para wakil rakyat menarik fee besar sehingga anggaran tidak tepat sasaran.

Seyogyanya, tidak pantas anggota DPRA mendapatkan jatah anggaran karena tiga fungsi anggota DPRA adalah fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran. “Fungsi anggaran itu mengesahkan atau menolak qanun tentang anggaran Aceh setiap tahunnya, bukan malah meminta jatah anggaran,” kata Alfian.

Soal banyak caleg tergiur dana pokir dan kemudian maju sebagai calon wakil rakyat di DPRA, Alfian melihat sesuai dengan fenomena tahun politik saat ini. “Ramainya yang berminat menjadi caleg salah satu motivasi, karena mareka menilai kalau terpilih dapat mengelola dana pokir/aspirasi dan itu menjadi andalan mereka dalam kampanye dan ini sangat berbahaya terhadap Aceh ke depan,” ujar Alfian.

Selain itu, lanjut Alfian, menjadi anggota parlemen memang cukup menjanjikan karena akan mendapat segala hal yang dibutuhkan, fasilitas yang mumpuni hingga semua kebutuhan akan dibiayai. “Karena dengan dana pokir atau aspirasi, anggota DPR bisa hidup mewah, bisa punya properti dan investasi karena dana aspirasi ini potensi korupsinya sangat besar,” tandas Alfian.

MaTA juga secara tegas menolak dana pokir atau aspirasi, karena menurut Alfian, dalam konteks tata negara sudah punya sistem, yaitu masyarakat bisa menyampaikan aspirasinya melalui musrenbang, mulai dari desa, kecamatan, kabupaten, hingga level provinsi. “Ketika dana pokir ini ada, fungsi musrenbang sudah tidak efektif lagi, karena masyarakat menilai lebih efektif melalui dana aspirasi walaupun ada pemotongan fee 10 sampai 20 persen, bahkan lebih,” katanya.

Masih menurut Alfian, jika hari ini anggota DPRA masih mengelola dana pokir, fungsi pengawasan akan timpang karena terbukti selama ini tidak ada pengawasan. “Ini tahun politik mereka tidak akan peduli, yang penting mereka menjaga dana pokir sebanyak 20 miliar itu, itu khusus bagi petahana,” katanya.

Bagi caleg pendatang baru pun, kata Alfian, saat ini dengan beraninya menjanjikan berbagai hal melalui dana pokir atau dana aspirasi tersebut. Bahkan, tak sedikit caleg yang menggelontorkan uang banyak untuk kebutuhan kampanye dan suksesinya sebagai calon wakil rakyat dengan harapan nanti uang yang telah dikeluarkan bisa kembali dari dana pokir.

“Jadi framing yang dibangun soal aspirasi atau pokir ini sangat kuat, bukan hanya di level petahana tapi juga caleg pendatang baru,” pungkas Alfian.

Artikel ini telah tayang di serambinews.com

http://aceh.tribunnews.com/2019/02/07/caleg-tergiur-dana-pokir.

Hasil Pemantauan MaTA tentang Tata Kelola Obat di Banda Aceh

MaTA – Salah satu manfaat yang dijamin dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan adalah pelayanan obat-obatan diberbagai jenjang Fasilitas Kesehatan (Faskes). Hal ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di semua jenis jenjang faskes yang bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Pasal 20 ayat (1) Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan berbunyi “Setiap Peserta berhak memperoleh Manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan”.

Meski telah dijamin oleh kebijakan ini akan tetapi masih saja ada peserta BPJS Kesehatan terutama pasien Penerima Bantuan Iuran (PBI) menghadapi ketidaktersediaan obat dibeberapa faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Akibatnya, mereka mengeluarkan biaya sendiri (out of pocket) membeli obat diluar faskes. Hal ini tentu sebuah pelanggaran atas kebijakan yang telah ditetapkan.

Berangkat dari tersebut, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) berinisiatif melakukan pemantauan tentang ketersediaan obat untuk pasien peserta BPJS Kesehatan di beberapa faskes yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan yang ada di Banda Aceh. Beberapa faskes tersebut antara lain di Puskesmas Jeulingke, Puskesmas Meuraxa, Puskesmas Banda Raya dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Meuraxa Banda Aceh. Berikut hasil pemantauan tata kelola obat di Banda Aceh.

Terkait Tata Kelola Obat, MaTA Lakukan Audiensi dengan Komisi D DPRK Banda Aceh

MaTA – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) melakukan audiensi dengan Komisi D DPRK Banda Aceh pada (6/2). Audiensi ini untuk menyampaikan beberapa temuan MaTA dalam monitoring tata kelola obat yang dilakukan pada Juli – September 2018.

Hadir dalam audiensi ini antara lain Ketua dan anggota komisi D, Dinas Kesehatan Banda Aceh, perwakilan RSUD Meuraxa Banda Aceh dan perwakilan MaTA, beberapa wartawan yang ada di Banda Aceh serta beberapa unsur Sekretariat DPRK.

Selama periode pemantauan, MaTA menemukan 21 pasien peserta BPJS Kesehatan yang membeli obat diluar faskes atas resep yang diberikan oleh petugas medis. Pasien ini terdiri dari 11 perempuan dan 10 laki-laki dengan rentang umur 1 – 69 tahun.

Pasien-pasien ini terpaksa harus membeli obat diluar faskes karena tidak tersedia obat-obat tersebut di faskes. Padahal secara regulasi, ketersediaan obat harus ada disetiap faskes guna memenuhi layanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat.

Menanggapi hasil yang disampaikan oleh MaTA, Ketua Komisi D DPRK Banda Aceh, Sabri Badruddin, menyampaikan apresiasi dan terimakasih atas kerja-kerja yang dilakukan oleh MaTA khususnya terkait pemantauan tata kelola obat yang telah dilakukan.

Selain menyampaikan hasil monitoring, MaTA juga mendesak Komisi D DPRK Banda Aceh untuk membentuk Panitian Khusus untuk menyelidiki penyebab dan asal muasal terjadi kekosongan obat di faskes-faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Diakhir kegiatan, MaTA juga menyerahkan hasil pemantauan secara simbolis kepada Ketua Komisi D DPRK Banda Aceh yang disaksikan oleh Anggota Komisi D, Wakil Direktur Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh dan juga Kepala Dinas Kesehatan Banda Aceh.

Catatan : Untuk hasil monitoring MaTA yang diserahkan kepada Komisi D DPRK Banda Aceh dapat di unduh melalui tautan Hasil Pemantauan MaTA tentang Tata Kelola Obat di Banda Aceh